×
Disertasi ini bertujuan membuat model mediasi penal dalam menanggulangi konflik kekerasan (carok) pada masyarakat Madura berdasarkan kearifan lokal. Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat Madura yang lebih menyukai penyelesaian konflik yang menyangkut pelecehan harga diri, seperti: gangguan terhadap isteri atau keluarga, tanah dan agama dengan budaya kekerasan (carok).
Ada dua permasalahan dalam penelitian ini yang sangat penting, yaitu mengapa Sistem Peradilan Pidana kurang optimal dalam menanggulangi konflik kekerasan (carok) pada masyarakat Madura dan bagaimanakah model mediasi penal dalam menanggulangi konflik kekerasan (carok) pada masyarakat Madura berdasarkan kearifan lokal.
Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dan non doktrinal. Metode doktrinal digunakan terkait soal opini-opini hakim tentang substansi hukum perundang- undangan dan atau keputusan-keputusan para hakim dalam menjatuhkan putusan carok; sedangkan bagaimana carok itu dilakukan, serta perilaku aparat penegak hukum dengan pelaku dan korban dalam mengadili kasus carok dilakukan dengan non doctrinal. Variabel-variabel yang extra-legal tersebut telah keluar dari ranah doktrinal dan penelitian-penelitian serta studi-studinya termasuk kategori non doctrinal.
Berdasarkan data-data penelitian dan analisis dengan menggunakan teori Freidman dan Sociological Jurisprudence dikaitkan dengan Comparative Law, maka diperoleh kesimpulan: Pertama, Sistem Peradilan Pidana kurang optimal dalam menanggulangi konflik kekerasan (carok) pada masyarakat Madura disebabkan:(1)adanya perbedaan dalam memaknai konsep keadilan dalam perspektif masyarakat Madura (2)dominasi hukum positivisme aparat penegak hukum (3)adanya budaya nabang, mempertahankan harga diri dan agama. Kedua, Model mediasi penal yang digunakan oleh aparat penegak hukum pada masyarakat Madura berdasarkan kearifan lokal yaitu mediasi penal model kekeluargaan (victim offender, family, reparation) yang terkoneksi dengan Sistem Peradilan Pidana dimulai sejak tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara melibatkan para pihak yang berkonflik, disertai mediator, alim-ulama, dan aparat penegak hukum, dan hasilnya dituangkan dalam akta perdamaian, yang dapat dijadikan sebagai alasan yang meringankan bagi pelakunya.
Disertasi ini merekomendasikan perlunya aparat penegak hukum dengan dibantu para tokoh masyarakat, alim ulama dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten) sebagai mediator yang netral dengan cara memberdayakan semacam “Lembaga Perdamaian Adat” yang terkoneksi dengan SPP bagi para pihak yang sedang berselisih, serta perlunya pembaharuan KUHAP/Perda mengatur perihal mediasi penal dalam kasus carok, sehingga setiap permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan secara damai dan memuaskan bagi pihak yang berkonflik, dan selanjutnya agar tidak menimbulkan terjadinya carok balasan.