×
Kota Surakarta menjadi salah satu kota dengan pencemaran sungai yang cukup tinggi dengan sampah, ataupun limbah. Dalam data dari Bapeda Surakarta disebutkan bahwa, berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks pencemaran pada bulan September 2017 dan Oktober 2017, dikawasan hilir Sungai Pepe nilai status mutu air termasuk kategori cemar berat dan sedang di musim kemarau dan cemar berat, cemar sedang, dan cemar ringan di musim penghujan. Sungai juga mendapat persoalan lain dengan memiliki kecenderungan menjadi zona atau kawasan permukiman kumuh. Di Surakarta jumlah wilayah kumuh seluruhnya sebanyak 359,53 hektare yang tersebar di 51 kelurahan. Dan sebanyak 15 kelurahan di Kota Solo menjadi prioritas dalam progam penanganan Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) merupakan permukiman kumuh di area sempadan dan bantaran sungai. Penelitian ini ditujukan untuk mencari tahu bagaimana tata kelola sungai itu berjalan. Dengan melihat dari aspek kebijakan, kelembagaan, aktor yang terlibat, dan juga partisipasi masyarakat. Serta sejauh mana tata kelola sungai tersebut mendukung upaya pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan di Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan model CIPP (context, input, prosess, product). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi serta pengambilan sampling dengan sistem purposive sampling. Teknik analisis data dilakukan dengan tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan tahap verifikasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana pengelolaan sungai di
surakarta dengan menunjukkan kondisi sungai di Surakarta, program dan kebijakan pengelolaan sungai yang dilakukan di Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan sungai ini pemerintah Kota Surakarta berperan sangat dominan. Meskipun belum mampu menyeslesaikan persoalan sungai dimasyarakat. Dan muncul inisiasi-inisiasi masyarakat dalam mengelola sungainya sendiri. Sejauh ini, pengelolaan sungai secara spesifik belum tercantum dalam RPJM Kota Surakarta. Sehingga sangat terbatas dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Inisiasi yang muncul dimasyarakat juga belum terorganisir dan masih bergerak sendiri- sendiri sehingga belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap pengelolaan sungai. Serta persoalan konsolidasi antar sektor pemerintah yang lemah dan ego sektoral antar dinas cukup kuat menjadi salah satu hambatan ut ama bagi perkembangan pengelolaan sungai di Surakarta.