Penelitian ini hukum ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari penanganan medis gawat darurat tanpa menggunakan informed consent. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan norma-norma hukum. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang. Bahan hukum penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini melalui studi kepustakaan/studi dokumen dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deduksi, analisis untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Informed Consent merupakan hal yang wajib sebelum dokter melakukan tindakan medis terhadap pasien. Hal tersebut diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 44 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam tulisan ini mengangkat permasalahan mengenai penanganan pasien gawat darurat tanpa menggunakan informed consent pada perundangan yang terdapat di Indonesia. Informed consent dapat dikecualikan kepada pasien gawat darurat diatur dalam Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 semua itu didasarkan demi kesembuhan dan keselamatan pasien. Meskipun tidak terdapat persetujuan pasien tidak menghilangkan kewajiban dokter untuk memberikan penanganan. Akibat hukum yang timbul dengan tidak adanya informed consent ternyata tidak menimbulkan hilangnya kewajiban dokter memberikan suatu prestasi kepada pasien, karena perjanjian dokter dan pasien terbentuk akibat adanya undang-undang yang mengatur.