×
DKJ adalah lembaga seni yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kesusastraan Indonesia. DKJ bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) yang dikelolanya berhasil menjadi pusat kesenian berskala nasional, tetapi posisinya begitu terikat oleh dinamika kehidupan sosial politik era Orde Baru. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) bentuk-bentuk modal DKJ sebagai sebuah agen dalam arena sastra Indonesia, dan (2) pemanfaatan modal tersebut untuk mencapai posisi dalam arena sastra era 90-an. Penelitian ini mendasarkan analisis pada teori sosiologi sastra Pierre Bourdieu dengan memakai sejumlah konsep seperti modal, arena, habitus, strategi, dan konsep-konsep lain dalam menguraikan arena produksi kultural. Dari penelitian didapatkan fakta bahwa eksistensi DKJ menempati posisi yang mendominasi dalam arena sastra Indonesia era Orde Baru. Posisinya yang mendominasi membuat lembaga ini dapat memanfaatkan modal ekonomi dan sosial kultural, serta memupuk modal simbolis dengan maksimal. Dalam persaingan di arena sastra Indonesia, DKJ berhasil menjadi induk estetika dengan mengusung konsepsi romantisme Barat khas humanisme universal. Keberhasilan tersebut dicapai dengan penerapan strategi DKJ yang memanfaatkan modal kemapanan tokoh-tokoh anggotanya dan penyelenggaraan sayembara roman. Konsepsi estetika karya sastrawan anggota DKJ banyak diikuti pengarang daerah sementara sayembara roman menerapkan praktik kekerasan simbolis. Standar estetika yang baik ditanamkan dalam pikiran masyarakat melalui ajang sayembara tersebut. Tahun-tahun awal Orde Baru merupakan masa kejayaan DKJ dan PKJ TIM. Namun, akibat pertarungan terus menerus DKJ mulai mengalami penuaan dalam arena sastra. Gejolak perkembangan sastra di luar Jakarta juga berpengaruh terhadap eksistensi DKJ di era 90-an. Dalam menyikapi hal itu, DKJ mengatur strategi dengan kembali menyelenggarakan sayembara roman di akhir masa Orde Baru dan memilih karya dengan estetika “eksentrik” sebagai pemenang pertama. Gebrakan tersebut cukup berhasil mengembalikan dominasi DKJ dalam arena sastra khususnya arena kekuasaan estetika pada tahun 90-an. Di sisi lain, pertukaran modal simbolis masih terus berlanjut meski pengelolaan PKJ TIM telah dicabut dari DKJ. DKJ dan PKJ TIM menjadi media pertukaran modal simbolis dengan sastrawan atau seniman. Pada tahun 90-an, PKJ TIM dan DKJ masih kukuh mewujud satu kesatuan yang menjadi maskot dari kekuatan pusat Jakarta.