Penulis Utama | : | Henry Yustanto |
NIM / NIP | : | T110908003 |
Abstrak
Penelitian ini mengkaji Struktur Prosodik Bahasa Jawa Kodya
Yogyakarta dalam Dimensi Sosial dan Emosional. Tujuan penelitian adalah: 1) menemukan karakteristik prosodi modus deklaratif, imperatif, dan interogatif, 2) mengidentifikasi durasi dan frekuensi yang menjadi pembeda dimensi sosial, dan 3) mengidentifikasi karakteristik prosodi sebagai pembeda dimensi emosional tuturan bahasa Jawa Kodya Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode instrumental atau biasa disebut metode eksperimental yakni suatu metode penelitian dengan menggunakan bantuan alat ukur yang akurat. Pengukuran dan pendeskripsian ciri prosodik tuturan dilakukan dengan mengadopsi tahapan dalam ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek). Kegiatan utama yang dilakukan dalam penelitian akustik dengan menggunakan ancangan ini meliputi: 1) eksperimen produksi ujaran, 2) analisis akustik ujaran, dan 3) eksperimen uji persepsi ujaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik prosodi modus deklaratif, imperatif, dan interogatif bahasa Jawa Kodya Yogyakarta yang meliputi durasi dan frekuensi adalah: 1) durasi, lamanya waktu yang diperlukan untuk menuturkan kalimat imperatif ternyata lebih panjang dari waktu yang dibutuhkan untuk menuturkan dua jenis kalimat lain, 2) frekuensi terbagi atas nada dasar, nada akhir, dan julat nada: (a) nada dasar kalimat imperatif lebih tinggi dibandingkan dengan nada dasar kalimat deklaratif dan interogatif, (b) Kalimat interogatif bernada akhir naik, sedangkan kedua kalimat lain bernada akhir turun, (c) julat nada kalimat deklaratif menduduki posisi paling lebar, diikuti oleh kalimat imperatif, dan terakhir kalimat interogatif.
Frekuensi dan durasi menjadi pembeda dimensi sosial (jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan) tuturan bahasa Jawa Kodya Yogyakarta dengan ciri: 1) dari segi jenis kelamin: (a) secara umum perempuan menuturkan tuturan lebih lama dibandingkan dengan laki-laki, (b) nada dasar dan nada akhir wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nada dasar tuturan laki-laki, (c) julat nada perempuan lebih lebar dibandingkan dengan julat nada laki-laki. 2) Dilihat dari segi umur, (a) kelompok usia di atas 50 tahun memiliki durasi tuturan lebih panjang dibandingkan dengan kelompok umur 25 -- 49 tahun, dan kelompok umur kelompok umur 25 -- 49 tahun lebih panjang dibandingkan umur 17 --24 tahun, (b) secara umum kelompok umur 17—24 tahun memiliki nada dasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 25—49 tahun, kelompok umur 25— 49 tahun memiliki nada dasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 50 tahun ke atas, (c) kelompok usia 24 tahun sampai dengan usia 50 ke atas memiliki nada akhir lebih rendah dibandingkan dengan nada akhir dari kelompok umur 17—24 tahun, (d) julat nada lebar secara umum didominasi oleh kelompok umur di atas 50 tahun, diikuti oleh kelompok usia 25 tahun ke atas kelompok usia
17—24 tahun. 2) Ditinjau dari tingkat pendidikan: (a) kelompok berpendidikan dasar menuturkan kalimat dengan durasi panjang, kemudian disusul kelompok yang berpendidikan menengah, dan terakhir kelompok berpendidikan tinggi, (b) berkaitan dengan nada dasar, urutan kelompok bernada dasar tinggi dan bernada akhir tinggi adalah: pertama kelompok berpendidikan tinggi, kedua kelompok berpendidikan dasar, dan ketiga kelompok berpendidikan menengah. (c) Adapun yang berkaitan dengan julat nada lebar berturut-turut dimulai dari kelompok berpendidikan tinggi, menengah, dan dasar.
Karakteristik prosodi yang menjadi pembeda dimensi emosional bahasa Jawa Kodya Yogyakarta terdiri atas durasi dan frekuensi: 1) durasi, kalimat modus sangat marah berdurasi lebih panjang dibandingkan dengan modus marah. Pada kalimat modus senang lebih panjang dibandingkan dengan durasi kalimat modus sangat senang. 2) frekuensi, terdiri atas: (a) Nada awal/dasar modus kalimat yang berkategori sangat (sangat marah dan sangat senang), memiliki nada dasar lebih tinggi, (b) Nada akhir kalimat modus sangat marah lebih tinggi dibandingkan dengan modus marah. Demikian halnya dengan kalimat modus sangat senang memiliki nada akhir lebih tinggi dibandingkan dengan modus senang, (c) julat nada kalimat modus marah lebih lebar dibandingkan dengan kalimat modus sangat marah. Sebaliknya kalimat modus sangat senang berjulat nada lebih lebar dibandingkan dengan kalimat modus senang.
Kata Kunci : prosodi, bahasa Jawa Yogyakarta, instrumental, ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek)
Penulis Utama | : | Henry Yustanto |
Penulis Tambahan | : | - |
NIM / NIP | : | T110908003 |
Tahun | : | 2018 |
Judul | : | Struktur Prosodik Bahasa Jawa Kodya Yogyakarta dalam Dimensi Sosial dan Emosional |
Edisi | : | |
Imprint | : | Surakarta - Pascasarjana - 2018 |
Program Studi | : | S-3 Linguistik (Deskriptif) |
Kolasi | : | |
Sumber | : | UNS-Pascasarjana Prog. Studi Linguistik-T110908003-2018 |
Kata Kunci | : | |
Jenis Dokumen | : | Disertasi |
ISSN | : | |
ISBN | : | |
Link DOI / Jurnal | : | - |
Status | : | Public |
Pembimbing | : |
1. Prof. Dr. Djatmika, M.A. |
Penguji | : | |
Catatan Umum | : | |
Fakultas | : | Sekolah Pascasarjana |
File | : | Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download. |
---|