Penulis Utama | : | Fransiskus Xaverius Sawardi |
NIM / NIP | : | T110908002 |
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tipologi bahasa Jawa menurut
konsep Dixon (1994). Pertanyaan pokoknya adalah apakah bahasa Jawa termasuk
bahasa bertipe akusatif atau bahasa ergatif berdasarkan pelesapan argumen?
Untuk menentukan tipe bahasa tersebut, langkah yang ditempuh adalah (i)
membuat deskripsi klausa dasar, (ii) membuat deskripsi tentang pergeseran
argumen, (iii) merumuskan pelesapan argumen, dan (iv) menentukan tipe bahasa.
Penelitian ini termasuk penelitian tipologi sintaksis, salah satu bidang
dalam linguistik deskriptif. Oleh Muhadjir (1996), penelitian lingusitik jenis ini
termasuk penelitian kualitatif tentang teks. Penelitian ini menggunakan
pendekatan tipologi sintaksis, pendekatan yang menekankan diversitas struktur
dan kecenderungannya. Data penelitian berupa kalimat-kalimat yang mengalami
pelesapan argumen dikumpulkan dari rubrik Jagad Jawa surat kabar Solo Pos,
rubrik Mekar Sari surat kabar Kedaulatan Rakyat, majalah Djaka Lodang. dan
dilengkapi dengan kalimat-kalimat yang diciptakan oleh peneliti, sebagai penutur
asli. Data dianalisis dengan merumuskan kaidah klausa dasar, membagi kalimat
atas dasar klausa-klausanya, dan mengidentifikasi argumen yang dilesapkan,
menentukan klausa pengendali, membuat kaidah pelesapan, dan menentukan tipe
bahasa.
Hasil analisis adalah seperti berikut.
Pertama, berkaitan dengan pendeskripsian klausa dasar, bahasa Jawa
adalah bahasa yang menggunakan tata urut SPO (Subjek, Predikat, Objek). Tidak
ada pemarkah morfologis yang menunjukkan argumen yang menduduki fungsi
subjek maupun objek dan tidak ada persesuaian antara nomina dengan predikat.
Ada enam bentuk verba intransitif bahasa Jawa: (i) verba tanpa afiks, (ii) verba
berprefiks nasal, (iii) verba berprefik M-, (iv) verba berprefiks Mer-, (v) verba
berprefiks a(N)- , dan (vi) verba bersufiks –an; dan ada empat bentuk intransitif:
(i) verba tanpa afiks, (ii) verba berprefiks nasal, (iii) verba berafiks nasal-i, dan
verba berafiks nasal-ké. Afiks-afiks verba menjadi pemarkah semantis
(kesengajaan) dan pemarkah sintaktis (aktif); dan ada empat bentuk verba
transitif: (i) verba tanpa afiks, (ii) verba berafiks nasal ; (iii) verba berafiks nasali,
dan (iv)verba berafiks nasal-ké Kedua, pergeseran argumen dalam bahasa Jawa dimarkahi oleh afiks verba pada verbanya. Pemasifan dimarkahi dengan afiks di-, ke-, ka-, dan infiks –in-
pada verbanya menggantikan prefiks nasal sebagai pemarkah aktif. Pergeseran
tersebut mengikuti pola umum yang disebutkan Dixon, bahwa argumen P klausa
transitif menduduki fungsi seperti S, dan argumen A digeser ke fungsi periferal
dimarkahi dengan preposisi déning atau karo „oleh?. Pergeseran argumen pada
kausatif dan aplikatif dimarkahi dengan sufiks –i, dan –ké/ -aké pada verbanya.
Pergeseran kausatif terjadi pada verba intransitif sedang aplikatif terjadi pada
verba intransitif dan transitif.
Ketiga, dari segi pelesapan argumen, ada tiga motivasi pelesesapan
argumen dalam kaitannya dengan acuannya. Pertama, pelesapan yang
dimotivasikan oleh faktor sintaktik; kedua, pelesapan yang dimotivasikan oleh
faktor semantis; dan ketiga pelesapan yang dimotivasikan oleh faktor pragmatik/
wacana. Pelesapan yang dimotivasikan faktor sintaktik, mengikuti kaidah bahasa
akusatif (S=A) pada hubungan koordinatif klausa dasar, klausa derivatif jenis
kausatif dan aplikatif. Pada hubungan subordinatif, pelesapan dimotivasikan oleh
kaidah sintaktis dan semantis dengan batas yang saling tumpang tindih. Pelesapan
yang dimotivasikan oleh faktor pragmatik/ wacana, disebabkan oleh
ketidakcocokan dengan kaidah sintaktik, ketidaksesuaian dengan kaidah semantis,
dan dipengaruhi oleh pandangan umum orang Jawa.
Keempat, bahasa Jawa termasuk bahasa bertipe akusatif dengan S/A pivot.
Tipe tersebut dibuktikan dengan pelesapan argumen pada pengggabungan klausa
koordinatif klausa dasar, klausa derivatif kausatif, dan aplikatif. Pada pelesapan
pada klausa derivasi pasif tidak sepenuhnya mengikuti aturan S =A pivot. Pada
hubungan subordinatif, pelesapan argumen tidak murni dimotivasikan oleh faktor
sintaktik. Ada faktor lain yang ikut berpengaruh pada pelesapan argumen adalah
faktor semantis dan pragmatik sehingga pelesapan argumen pada hubungan
subordinatif bukan merupakan bukti yang kuat untuk menentukan perilaku bahasa
akusatif.
Penulis Utama | : | Fransiskus Xaverius Sawardi |
Penulis Tambahan | : | - |
NIM / NIP | : | T110908002 |
Tahun | : | 2018 |
Judul | : | Pelesapan Argumen Kalimat Majemuk dalam Bahasa Jawa : Suatu Tinjauan Tipologi Sintaktik. |
Edisi | : | |
Imprint | : | Surakarta - Fak. Pascasarjana - 2018 |
Program Studi | : | S-3 Linguistik (Deskriptif) |
Kolasi | : | |
Sumber | : | UNS-Fak Pascasarjana, progdi Linguistik-T110908002-2018 |
Kata Kunci | : | |
Jenis Dokumen | : | Disertasi |
ISSN | : | |
ISBN | : | |
Link DOI / Jurnal | : | - |
Status | : | Public |
Pembimbing | : |
1. Prof. Dr. Sumarlam, M.S. 2. Dr. Dwi Purnanto, M.Hum. |
Penguji | : | |
Catatan Umum | : | |
Fakultas | : | Sekolah Pascasarjana |
File | : | Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download. |
---|