×
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan covernote dalam dunia
perbankan dan kedudukan covernote dalam proses persidangan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doctrinal. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Adapun teknik analisis data dilakukan secara kualitatif.
Covernote dalam prakteknya dibuat oleh notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) rekanan bank untuk digunakan sebagai keterangan bahwa penandatanganan akta telah benar-benar dilakukan oleh bank dan nasabah dihadapan notaris. Selain itu, dalam covernote terkait pembiayaan yang diikat dengan Hak Tanggungan juga berisi keterangan bahwa sertifikat yang menjadi agunan sedang dalam proses di kantor Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan dan proses pemasangan Hak Tanggungan itu tidak dapat diselesaikan pada saat penandatanganan akad. Covernote juga diterbitkan oleh Notaris atas permintaan pihak bank sebagai rekanan dengan dilandasi oleh adanya kepercayaan dan guna memenuhi prosedur operasional bank yang bersangkutan dalam kaitannya dengan proses realisasi pembiayaan serta penyelesaian produk akad tersebut oleh Notaris.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris tidak ada satu pasalpun yang dapat ditafsirkan sebagai kewenangan notaris untuk mengeluarkan surat keterangan yang disebut sebagai covernote yang lazim digunakan oleh bank. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dalam kamus Bank Indonesia yang dapat diakses oleh masyarakat umum menyebut covernote sebagai nota keterangan yang dibuat oleh notaris apabila bank setuju untuk dikeluarkan covernote tersebut. Covernote merupakan kebijakan masing- masing bank. Sehingga kekuatan hukum covernote apabila dijadikan alat bukti di pengadilan hanya sebagai surat biasa, bukti permulaan dan alat bukti tambahan yang penilaian kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim.
Implikasinya Covernote menjadi sebuah kebiasaan (Living Law) bagi Notaris yang menerbitkannya terutama yang menjadi rekanan Bank dikarenakan aturan dari Bank tersebut. Dapat disarankan kepada pemerintah bahwa negara harusnya membuat payung hukum yang jelas dan tegas terhadap covernote dikarenakan sudah terlalu lama menjadi Living Law (Kebiasaan) yang belum terkodifikasikan.
Kata kunci : covernote, kekuatan mengikat, living law