×
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi diversi terhadap
kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak berumur 16 tahun yang telah sepakat dengan korban menyelesaikannya melalui diversi pada tahap pemeriksaan di pengadilan. Apakah hal tersebut sudah sesuai dengan aturan diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara langsung dengan hakim dan studi kepustakaan mengenai diversi, selanjutnya teknis analisis yang digunakan adalah metode analisis interaktif.
Hasil penelitan menunjukan bahwa terhadap perkara anak telah dilakukan diversi di tingkat penyidikan dan penuntutan, tetapi diversi gagal karena pihak keluarga korban tetap melanjutkan ke proses hukum. Diversi di Pengadilan Negeri Kudus berhasil sepakat antara pihak korban dan pihak anak yang berhadapan dengan hukum. Hakim anak melakukan diversi berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak tetapi pelaksanaan tersebut tidak sesuai dengan syarat diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor
4 Tahun 2014. Perbuatan anak bersama orang dewasa menganiaya korban sampai mengalami luka berat termasuk dalam tindak pidana yang serius atau berat. Anak didakwa dengan dakwaan alternatif Pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP atau Pasal 353 ayat (2) KUHP. Perbuatan anak tersebut termasuk dalam pencurian dengan kekerasan yang direncanakan dahulu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 diversi tidak untuk menyelesaikan kasus-kasus yang serius seperti pembunuhan, perampokan (pencurian kekerasan), penganiayaan (luka berat atau mati), perkosaan dan serta ancaman pidana penjara yang melebihi 7 (tujuh) tahun