×
Latar Belakang: Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kadar oksigen dalam tubuh sehingga tubuh tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen sel. Apabila terus berlanjut maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada sel otak. Berdasarkan jenisnya secara garis besar asfiksia dapat dibedakan menjadi asfiksia mekanik, kimiawi dan alamiah. Kasus kematian dengan asfiksia bisa dilatarbelakangi oleh keinginan bunuh diri (suicidal), pembunuhan (homicidal) atau kecelakaan (accidental). Jenis asfiksia yang paling sering ditemukan adalah gantung diri, namun tidak menutup kemungkinan cara-cara yang dapat menyebabkan asfiksia digunakan untuk melakukan pembunuhan. Kejadian tersebut yang kemudian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai Kejahatan Terhadap Nyawa. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara asfiksia ekstraluminer dengan tindak pidana.
Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan retrospektif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari visum et repertum RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan mengambil seluruh data selama periode Januari 2016-Juni 2019. Data yang didapat dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Hasil: Setelah melakukan analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p-value sebesar 0,007 dengan nilai Chi-Square hitung 7,232 untuk df = 1 dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan koefisien kontingensi 0,365 ke arah positif.
Simpulan: Ada hubungan antara asfiksia ekstraluminer dengan tindak pidana dan bermakna secara statistik