×
Tujuan penelitian ini adalah mencari sebab-sebab belum optimalnya perlindungan hukum untuk anak setelah putusnya perkawinan orangtua, kemudian hasilnya untuk membangun sistem perlindungan hukum untuk anak yang lebih dapat menjamin pemenuhan hak-hak anak .
Metode penelitian menggunakan penelitian empiris dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui telusur pustaka, wawancara, observasi, dan FGD. Data divalidasi dengan triangulasi data yang kemudian dianalisis secara interaktif dengan penalaran deduksi-induksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebab-sebab belum optimalnya perlindungan hukum untuk anak setelah putusnya perkawinan orangtua ialah belum lengkapnya isi pesan (message) dalam perundang-undangan, tujuan (function) yang belum sampai pada penerima pesan (recipient) sehingga penerima pesan tidak tahu hal-hal yang harus dikelola setelah putusnya perkawinan. Belum ada emitter atau imperator untuk Pasal 28, Pasal 41, dan Pasal 45 UU Perkawinan, Pasal 105, Pasal 149, dan Pasal 156 KHI, serta Pasal 26 UU Perlindungan Anak. Metode komunikasi (code) belum terbangun. Oleh karenanya sistem yang dibangun dengan cara merekonstruksi hukum yaitu re-interpretasi asas-asas serta pembaruan dan pembuatan kaedah yang terkait, memberdayakan kelembagaan untuk memberikan perlindungan dan menginisiasi pembentukan peradilan keluarga dalam sistem peradilan di Indonesia, serta menguatkan budaya hukum masyarakat dengan cara memberikan pengetahuan dan mempertebal keyakinan urgensi perlindungan anak,
Rekomendasi dari penelitian ini guna mengimplementasikan sistem perlindungan hukum untuk anak di atas adalah segera memperbaiki dan membuat beberapa ketentuan dalam perundang-undangan yang diperlukan, meningkatkan koordinasi antar lembaga, membuat basis data anak yang perkawinan orangtuanya putus, memberikan pendidikan hukum untuk meningkatkan pengetahuan dan keyakinan pelaksana hukum, keluarga, dan masyarakat
Kata kunci: sistem, perlindungan hukum, anak, putus perkawinan