ABSTRAK

Aribowo,  Widodo. S701508015, 2018. Hiperealitas Keris Jawa Dalam Gaya  Hidup Masyarakat Surakarta. Tesis. Program Studi S2 Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing 1 Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA. dan Pembimbing 2 Dr. Titis Srimuda Pitana, S.T., M.Trop.Arch.
Keris Jawa telah kehilangan sebagian realitas yang di masa lalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial politik kerajaan dan masyarakat. Realitas keris Jawa lalu terangkat ke subjek secara individu dan masuk ke alam hiperealitas. Modernitas masyarakat menyertakan keris dalam pilihan gaya hidup mereka. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) kronologi munculnya pemikiran hiperealitas keris Jawa; 2) pembacaan ruang hiperealitas oleh masyarakat Surakarta; dan 3) implikasi pembacaan ruang hiperealitas dalam realitas masyarakat masa kini.
Penelitian dalam wilayah disiplin ilmu Kajian Budaya ini bersifat deskriptif menggunakan  teknik  analisis  semiotik.  Korpus terdiri  3  keris: 1)  keris Jalak Buda tangguh Mataram Hindhu sebagai representasi keris tayuhan atau keris spiritual; 2) keris Kyai Anggrek tangguh Mataram Sultan Agung sebagai representasi keris ageman atau profan; 3) keris Megantara Luk 5 sebagai representasi keris tayuhan yang diberi busana dan dapat dikenakan sebagai properti busana Jawa. Pengamatan terhadap ketiga korpus diperkuat dengan pemahaman naskah transliterasi Centhini Kamajaya Jilid 2 dan Centhini Jilid 3 sebagaimana termuat dalam laman www.sastra.org serta wawancara dengan 15 narasumber.
Pengamatan terhadap struktur ketiga keris mendapatkan penemuan bahwa Keris Megantara Luk 5 merupakan fenomena pembacaan terhadap dikotomi spiritual-profan sebagaimana terjadi pada keris-keris kuno. Penelitian juga menemukan adanya sinyal- sinyal pembacaan hiperealitas yang bersifat: a) reflektif (pengakuan dan penyerupaan dengan tatanan nilai masa lalu); b) artikulatif (penggunaan makna-makna dalam suatu sistem  kode untuk tujuan tertentu);  dan 3)  estetis  (penggayaan  berlebihan  terhadap artefak keris). Penelitian juga menemukan fakta bahwa masyarakat  pemerhati keris (konsumen keris, seniman perkerisan, pelestari keris, dan kaum aristokrat) di Surakarta masa  kini telihat melakukan  pembacaan  yang sama  seperti  tiga  fenomena tersebut. Dikotomi yang terdapat pada struktur keris yaitu tayuhan-ageman, menyediakan ruang- ruang yang memungkinkan diisi oleh respons dan praktik kultural oleh masyarakat. Fungsi keris pada masa kini adalah: a) sebagai alat afinitas; b) pendukung eksklusifitas; dan c) sebagai komoditas perdagangan. Fungsi-fungsi tersebut merangsang inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi perkerisan dan praktik-praktik kultural kritis seperti  pembuatan  tiruan  atau  imitasi,  olok-olok,  visualisasi  menuju demitologisasi keris, penggayaan berlebihan, dan penolakan simbol-simbol.
Pembacaan dan praktik pemanfaatan keris untuk suatu motif gaya hidup mencerminkan  bahwa  realitas  keris  masih  eksis  di  masa  sekarang  dan  bersifat melampaui realitas kebendanaannya. Keris di masa sekarang mendapat konteks yang berbeda di mana ada pihak-pihak yang berupaya mewujudkan orientasi keris sebagai objek seni murni (fine art). Anggota masyarakat tertentu masih memiliki literasi dan kompetensi yang cukup sehingga keris masih akan dapat bertahan lebih lama lagi.

Kata kunci: hiperealitas, keris Jawa, gaya hidup.