×
Pemilihan jenis kelamin anak dapat dilakukan dengan reproduksi bantuan. Metode yang digunakan yaitu pemisahan sperma (sperm sorting) atau dengan metode Pre Implantation Genetic Diagnosis (PGD). Indonesia melegalkan pemilihan jenis kelamin dengan menggunakan reproduksi bantuan untuk anak kedua dan selanjutnya yang diatur pada Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Peraturan tersebut tidak menjelaskan mengenai alasan medis dan non medis yang mendasari pemilihan jenis kelamin. Hal tersebut cukup meresahkan mengingat urgensi pemilihan jenis kelamin sebaiknya dilandaskan pada alasan medis dan bukan berdasarkan urutan anak. Selain itu, pemilihan jenis kelamin karena alasan non medis atau sosial tidak sesuai dengan tujuan dari peraturan tersebut yang menginginkan agar peraturan yang diterapkan dapat sejalan dengan norma, etika, dan agama yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau kembali legalisasi pemilihan jenis kelamin di Indonesia dalam perspektif etika biomedis dan hukum Islam, melakukan perbandingan hukum di Indonesia, Inggris, dan Arab Saudi serta bertujuan untuk memperoleh model hukum pemilihan jenis kelamin yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan dan alternatif kebijakan mengenai hukum dan ekses negatif yang dapat muncul dari pemilihan jenis kelamin. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan sifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, perbandingan, dan konsep dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan analisis riset dari pustaka dengan menggunakan logika deduksi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah pemilihan jenis kelamin dengan reproduksi bantuan berdasarkan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi tidak sejalan dengan etika biomedis (bioetika) dalam pandangan prinsip dasar bioetika, teori hukum kodrat, dan panduan etika organisasi medis serta hukum Islam yaitu Al Quran, Hadist, dan ijma’ ulama yang memperbolehkan pemilihan jenis kelamin hanya untuk alasan medis yang serius.
Pada perbandingan hukum, Indonesia memperbolehkan pemilihan jenis kelamin untuk anak kedua dan selanjutnya, dengan metode yang digunakan adalah sperm sorting dan belum ada regulasi lanjutan mengenai penyelenggaraan pemilihan jenis kelamin. Inggris memperbolehkan pemilihan jenis kelamin untuk alasan medis serius, menggunakan metode PGD, dan dilakukan setelah mendapat lisensi dari HFEA. Arab Saudi memperbolehkan pemilihan jenis kelamin untuk alasan medis dengan menggunakan sperm sorting serta PGD setelah persetujuan panel. Pemilihan jenis kelamin dengan reproduksi bantuan di Indonesia sebaiknya dilakukan indikasi medis yang serius, dengan persetujuan panel, dan metode yang digunakan adalah sperm sorting dan PGD. Metode PGD sebaiknya lebih dikembangkan karena memiliki angka keberhasilan dan keamanan yang cukup besar. Peraturan lanjutan mengenai penyelenggaraan dan ekses negatif pemilihan jenis kelamin diperlukan sehingga pelaksanaan pemilihan jenis kelamin dapat sejalan dengan etika, agama, dan norma yang berlaku di Indonesia.