×
Polemik mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ditayangkan dalam televisi, masih menghantui industri penyiaran di Indonesia. Berkali-kali Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus melayangkan teguran bahkan sanksi bagi stasiun televisi yang dinilai menampilkan hal-hal yang tidak pantas. Hal tersebut disinyalir menimbulkan efek traumatik, hingga pihak penyiar melakukan praktik sensor yang dinilai tidak tepat dan berlebihan oleh para pemirsa. Tak terkecuali Trans TV dengan program unggulannya, Bioskop Trans TV, yang pernah menerima sanksi administratif dari KPI berupa pemberhentian sementara. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji fenomena tersebut, dan untuk membuktikan apakah praktik sensor yang dilakukan memang tidak tepat seperti apa yang dikeluhkan oleh pemirsa televisi.
Dalam menghadapi masalah tersebut, pihak penyiar membutuhkan etika untuk dapat menilai kepantasan serta menentukan apa yang baik dan tidak baik untuk ditayangkan. Di Indonesia, ada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), yang ditetapkan oleh KPI dan juga merupakan hasil masukan dari masyarakat, asosiasi penyiaran, dan organisasi lainnya. P3SPS tersebut yang berlaku sebagai etika penyiaran dan digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisis isi terhadap praktik sensor pada program Bioskop Trans TV periode Juli 2017.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak Trans TV masih melakukan praktik sensor tanpa memperhatikan konteks yang dimaksud dalam P3SPS, sehingga usaha tersebut dinilai tidak sesuai. Juga ada kategori praktik sensor yang dinilai sia-sia, karena konteks yang dilarang ditampilkan tetap terkandung dalam adegan meski sudah dilakukan penyensoran. Bahkan beberapa praktik sensor dapat dinilai berlebihan, karena Trans TV melakukan penyensoran pada gambar atau adegan yang tidak mengandung konten apapun yang dilarang dalam P3SPS KPI.
Kata kunci: praktik sensor, Bioskop Trans TV, etika penyiaran, P3SPS