×
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam menentukan besaran uang pengganti dalam suatu perkara tindak pidana korupsi dan juga untuk mengetahui dalam menentukan besaran uang pengganti pada kasus korupsi telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif dengan menggunakan konsep hukum yang ketiga yaitu hukum adalah apa yang diputuskan oleh Hakim in concreto dan tersistematis sebagai Judge Made law. Sifat penelitian hukum ini, sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri yaitu perskriptif dengan menggunakan pendekatan kasus (case approach). Jenis data dalam penelitian ini adalah Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dilakukan melalui study kepustakaan. Analisa data dilakukan dengan cara menguraikan dan menghubungkan bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian kemudian disajikan secara sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan secara logis, sistematis dan yuridis.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan pandangan hakim dalam menentukan besaran uang pengganti dalam setiap putusan, dalam perkara Pengadaan Kapal Kayu 35 GT, hakim tingkat pertama menentukan besaran uang pengganti sesuai dengan hasil yang terdakwa korupsi sedangkan pada tingkat banding dan kasasi besaran uang pengganti sesuai dengan kerugian keuangan negara, sementara hakim dalam perkara Penyimpangan Dana Simpan Pinjam Perempuan PNPM Kab. Klaten menentukan besaran uang pengganti sebesar harta benda yang dikorupsi. Hal ini disebabkan untuk pengaturan mengenai besaran uang pengganti di dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 masih terbilang sangat sederhana yaitu diformulasikan dalam pasal 18 ayat (1) huruf b yang merumuskan untuk besaran uang pengganti telah ditentukan yaitu sama banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana Korupsi.
Dari kedua Putusan hakim aquo, memberikan contoh dalam penerapan pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 masih terdapat perbedaan cara pandang hakim dalam menentukan besaran uang pengganti dan apabila dicermarti ketentuan pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No. 20
Tahun 2001, maka besaran uang pengganti yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang hanya sebesar harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan tidak menyinggung mengenai kerugian keuangan negara, dapat diartikan bahwa tujuan uang pengganti dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah bukan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atau dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara melainkan hanya semata-mata untuk merampas keuntungan yang diperoleh dari perbuatan pelaku tindak pidana korupsi.
Kata kunci : Putusan Hakim, Tindak Pidana Korupsi, Besaran Uang Pengganti