×
Masyarakat suku Lolo mengenal dua jenis kematian yaitu mata Ade dan mata Golo. Mata Ade disebabkan karena penyakit medis. Sedangkan Mata Golo merupakan kematian yang disebabkan karena kecelakaan, bunuh diri/dibunuh.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui representasi budaya mata golo, dimensi pendukung dan penghambat representasi budaya mata golo, serta strategi penanganan mata golopada masyarakat suku Lolo di Desa Ratogesa Kecamatan Golewa Tengah Kabupaten Ngada-Flores Nusa Tenggara Timur. Teori Konstruksi Sosial dari Peter L. Berger dan teori Interaksionisme Simbolik George Hebert Mead merupakan teori yang digunakan untuk menganalisa topik tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi representasi secara besar pada makna lain yang berpotensi pada terkikisnya budaya mata golo. Perubahan representasi terjadi hanya pada masyarakat suku Lolo modern yang mengartikan mata golo sebagai kematian yang mengerikan, menakutkan, menyeramkan. Mereka mengedepankan perasaan ketimbang mengutarakan makna budaya yang sebenarnya. Sedangkan yang terjadi pada masyarakat adat suku Lolo baik masyarakat tradisional maupun modern sama-sama mengalami kesulitan pemahaman yang mendalam pada budaya mata golo. Penyebab kekurangpahaman terhadap budaya mata golo terjadi akibat adanya berbagai dimensi yang menghambat proses pemahaman terhadap budaya tersebut. Dimensi penghambat yang dimaksud berasal dari norma yang ditentukan oleh mali(pemimpin upacara) yang berbeda-beda, tempat tinggal yang jauh, pengaruh budaya modern serta pengaruh ajaran Gereja Katolik terhadap budaya mata golo. Meski hambatan-hambatan sangat mempengaruhi proses pengetahuan tetapi beruntung juga masyarakat masih mampu mengenal dan mengingat budaya mata golo dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena adanya dimensi pendukung yang dapat membantu masyarakat terus berusaha menyesuaikan diri pada budaya ini. Dimensi pendukung yang lebih menonjol nampak dalam kesediaan diri untuk mengenal budaya mata golo meski berada dalam keterbatasan. Demikian pula terdapat strategi/upaya penanganan terhadap kematian golo. Upaya tersebut antara lain mengadakan sosialisasi budaya mata golo secara berkala, merancang aturan budaya mata golo yang bersifat standar untuk para mali dan mengadakan program regenerasi mali.
Kata Kunci : Budaya Mata golo, Masyarakata Suku Lolo, Representasi Budaya Mata Golo, Strategi Penanganan Mata Golo