×
ABSTRAK
Penelitian eksploratif ini membahas mengenai resolusi konflik dalam revitalisasi Pasar Mebel. Secara khusus membahas tentang: 1) kendala-kendala dalam resolusi konflik dilihat dari sifat, tahap dan bentuk, jenis, level dan tipe konflik 2) pemetaan konflik dilihat dari pihak-pihak yang bertikai dan persoalannya 3) teknik pemetaan konflik. Penelitian ini mengkaji tentang penerapan resolusi konflik berbasis collaborative governance dalam revitalisasi Pasar Mebel. Melihat apakah resolusi yang dilakukan telah mampu menyelesaikan konflik dilihat dari tiga prasyarat resolusi konflik berbasis collaborative governance melalui authentic dialogue yaitu prasyarat politis, teknis dan institusional atau struktural. Sumber data diperoleh melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Informan dipilih dengan teknik purposive dan snowball sampling. Informan dalam penelitian ini adalah Dinas Pengelolaan Pasar (sekarang menjadi Dinas Perdagangan) Kota Surakarta dan pedagang Pasar Mebel. Validitas data dengan cara triangulasi metode. Teknik analisis data dengan cara analisis interaktif. Hasil penelitian menujukkan bahwa kendala-kendala dalam resolusi konflik bersifat konstruktif, berada pada tahap perceived conflict dimana bentuknya berupa perbedaan cara pandangan, berjenis vertikal, berada pada level intergroup conflict dan bertipe konflik di permukaan. Inti pihak yang bertikai adalah Dinas Perdagangan dan pedagang Pasar Mebel. Inti persepsi penyebab konflik di antara pihak-pihak yang bertikai adalah kurangnya koordinasi dan komunikasi. Teknik pemetaan konflik dilakukan sesuai dengan pendapat Susan (2009: 96-97) dimana ada 6 tahapan. Tahap pertama menyimpulkan konflik terjadi diakibatkan karena pada awal sebelum kebijakan tersebut dikeluarkan kurang komunikasi dan koordinasi yang baik antara kedua pihak. Tahap kedua menyimpulkan dua pihak utama yaitu Dinas Perdagangan dan pedagang Pasar Mebel. Tahap ketiga, sebab konflik dan akibat sampingan konflik yaitu kurang komunikasi dan koordinasi yang baik antara kedua pihak serta akibat pedagang harus mengeluarkan dana lebih untuk mencari workshop pengganti. Tahap keempat menyimpulkan dimana penyelesaian dilakukan dengan konsep collaborative governance. Tahap kelima, penyelesaian yang awalnya bersifat competing berubah menjadi collaborating. Tahap keenam, usaha yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan sebagai pihak yang berlawanan dengan pedagang Pasar Mebel termasuk dalam bentuk resolusi konflik collaborating. Tahap terakhir, konflik revitalisasi Pasar Mebel di selesaikan dengan cara authentic dialog dimana tidak menggunakan peraturan legal seperti undang-undang. Resolusi konflik yang dilakukan dalam konflik revitalisasi Pasar Mebel selama ini sudah cukup mampu menyelesaikan konflik yang terjadi. Hal ini didasari terpenuhinya tiga prasyarat resolusi konflik berbasis collaborative governance melalui authentic dialogue yaitu prasyarat politis, teknis dan institusional atau struktural.
Kata Kunci: authentic dialogue, collaborative governance, Pasar Mebel, resolusi konflik