×
ABSTRAK
Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi, dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi (Ardianto, 1999). Gaya komunikasi masyarakat muhammadyah dan NU tidak lepas dari adanya bias kehidupan yang cukup jelas dari keduanya.
Bias kehidupan tersebut dapat diuraikan bahwa masyarakat NU dilambangkan sebagai gerakan tradisionalis dan muhammadyah dilambangkan sebagai gerakan modernis. Dapat dilihat bahwa adanya bias desa masyarakat agraris, dan masa lalu dalam NU. Sebliknya, bias kota masyarakat industrial dan masa kini dapat dilihat dalam muhammadyah.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gaya komunikasi yang terjadi pada lingkungan masyarakat di desa Ambulu, baik di lingkungan ormas NU maupun ormas Muhammadiyah. Untuk menjawab rumusan masalah, penelitian ini menggunakan analisis communication style dan hight context/low context culture. Dimana gaya komunikasi seperti apa yang ada pada masyarakat NU dan Muhammadiyah, kemudian dikaitkan dengan budaya komunikasi tingkat tinggi/rendah antar keduanya.
Gaya komunikasi asertif dilakukan oleh masyarakat desa Ambulu baik pada ormas NU maupun Muhammadiyah yang berada pada tingkatan yang sama karena komunikasi yang terjadi pada tingkatan yang sama bersifat seimbang, tidak ada yang lebih dominan antara satu dengan yang lainnya. Gaya komunikasi pasif diterapkan dalam komunikasi seorang masyarakat biasa dan remaja kepada kiyai, atau dari remaja kepada masyarakat yang lebih tua dan kiyai. Berdasarkan analisis mengenai gaya komunikasi masyarakat NU dan Muhammadiyah yang dikaitkan dengan budaya konteks tinggi, maka memiliki kecenderungan lebih padabudaya konteks tinggi.
Gaya komunikasi pasif yang memiliki kecenderungan kepada budaya konteks tinggi. Semakin sering seseorang dihadapkan dengan situasi yang menggugah rasa toleransi, maka akan berdampak pula pada perilaku sosial masing-masing individu dalam menjalankan kehidupannya. Perilaku tersebut secara tidak sadar juga digunakan saat seseorang berkomunikasi secara asertif atau pada tingkatan yang sama. Dengan demikian akan tercipta sikap keramah-tamahan yang imbaskanya terciptanya sikap tolernsi antar sesama.