Penulis Utama : Yuli Widiana
NIM / NIP : T131608001
×

Tindak Tutur Fatis (TTF) adalah strategi komunikasi yang khas dalam setiap budaya. TTF dalam budaya Jawa mempunyai peran khusus dalam upayanya untuk menunjukkan identitas sosial budaya Jawa. Oleh karena itu, perwujudan TTF yang ditemukan di kalangan mahasiswa Jawa di Madiun dan kaitannya dengan realisasi kesantunannya menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Ketiadaan jarak sosial antara para pelibat tutur dalam ranah pertemanan adalah salah satu faktor yang menjadi dasar kajian penelitian ini.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasikan jenis dan fungsi TTF di kalangan mahasiswa Suku Jawa di Madiun, (2) mendeskripsikan strategi TTF yang diterapkan dalam ranah pertemanan dalam kaitannya dengan prinsip kesantunan, (3) mendeskripsikan strategi TTF tersebut berdasarkan gender, (4) menjelaskan alasan mahasiswa Suku Jawa melakukan TTF.

Pendekatan sosiopragmatik diterapkan dalam penelitian ini untuk mengkaji data tuturan yang mengandung TTF dalam percakapan mahasiswa Suku Jawa di Madiun. Sumber data penelitian ini adalah mahasiswa Suku Jawa yang berdomisili di eks Karesidenan Madiun. Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode observasi non-partisipasi, teknik Role Play, wawancara mendalam, dan Tes Melengkapi Wacana (TMW). Metode  analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis domain, metode cara-tujuan, metode heuristik, dan metode kontekstual.

Temuan penelitian ini adalah klasifikasi 11 jenis TTF yang terdiri atas (1) Menyapa, (2) Menyatakan kepedulian, (3) Menggunjing, (4) Memuji, (5) Mengomentari, (6) Menasihati, (7) Menawari, (8) Meminta, (9) Mengajak, (10) Mengejek, dan (11) Mengumpat. Jenis TTF menyapa paling banyak ditemukan sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah TTF memuji. Fungsi TTF tersebut adalah untuk: (1) mengekspresikan keramahtamahan, (2) menunjukkan kepedulian, (3) membuat obrolan lebih menarik, (4) menyenangkan orang lain, (5) menunjukkan perhatian, (6) menunjukkan empati, (7) menunjukkan kesantunan, (8) mengekspresikan keterikatan sosial, (9) menunjukkan solidaritas, (10) bercanda, dan (11) membangun keakraban.

Strategi perwujudan TTF di kalangan mahasiswa Jawa tersebut dikaji berdasarkan tingkat tutur yang digunakan, strategi secara verbal, dan strategi non-verbal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa yang digunakan adalah Ngoko dengan sisipan panggilan  sampeyan, mbak (perempuan), dan mas (laki-laki) dari yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan. Strategi secara verbal diwujudkan dalam tuturan fatis yang berbentuk sapaan, pertanyaan, gunjingan, pujian, komentar, nasihat, tawaran, permintaan, ajakan, ejekan, dan umpatan. Tuturan fatis tersebut umumnya disertai dengan strategi TTF non-verbal seperti tersenyum, menepuk pundak, bersalaman, menggenggam tangan, mengangguk, melambaikan tangan, mencium kedua belah pipi, bertepuk tangan, dan mengacungkan ibu jari ke atas.

Strategi TTF berdasarkan gender menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan antara mahasiswa perempuan dan laki-laki. Persamaan tampak pada penggunaan nama depan sebagai panggilan kepada mitra tutur yang tidak terlalu akrab sedangkan perbedaan terdapat pada penggunaan panggilan khusus kepada mitra tutur yang akrab. Mahasiswa perempuan cenderung menggunakan panggilan sayang kepada sesama perempuan sedangkan mahasiswa laki-laki cenderung menggunakan panggilan akrab tertentu dan julukan kepada sesama laki-laki. Penutur perempuan dan penutur laki-laki menunjukkan frekuensi yang relatif sama dalam penggunaan TTF menyapa, TTF menyatakan simpati, TTF menggunjing, dan TTF menawari. Perbedaan tampak pada jenis TTF yang berfungsi untuk menunjukkan kepedulian seperti TTF memuji, TTF mengomentari, dan TTF menasihati yang lebih banyak digunakan oleh penutur perempuan karena mereka cenderung lebih peduli dibandingkan penutur laki-laki. Penutur perempuan juga lebih dominan melaksanakan TTF meminta dan TTF mengajak. Sebaliknya, mahasiswa laki-laki lebih dominan menggunakan TTF mengejek dan TTF mengumpat dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini terjadi karena budaya Jawa dengan tegas melarang perempuan untuk bersikap kasar tetapi lebih memberikan ruang bagi laki-laki untuk berkata kasar sebagai perwujudan maskulinitas mereka. Dengan demikian, penutur perempuan Jawa terbukti lebih mementingkan kepedulian dan keterikatan sosial dengan sesama anggota komunitasnya sedangkan mahasiswa laki-laki menganggap keakraban sebagai hal yang penting dalam relasi sosial.

Perwujudan TTF dianggap penting di kalangan mahasiswa Suku Jawa karena merupakan strategi yang efektif untuk memperlancar komunikasi dan sekaligus sebagai strategi untuk menunjukkan identitas sosial budaya orang Jawa yang grapyak (ramah) dan Semanak (akrab) dalam upaya menciptakan hubungan sosial yang guyub ‘(rukun). Oleh karena itu, perwujudan TTF dalam budaya Jawa bukan hanya sekedar instrumen kesantunan melainkan juga perwujudan nilai-nilai moral budaya Jawa.

Kata Kunci: tindak tutur fatis, kesantunan, komunikasi, suku Jawa, sosiopragmatik

 

×
Penulis Utama : Yuli Widiana
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : T131608001
Tahun : 2020
Judul : Tindak Tutur Fatis dan Realisasi Kesantunannya Dalam Ranah Pertemanan di Kalangan Mahasiswa Jawa di Madiun
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2020
Program Studi : S-3 Linguistik (Pragmatik)
Kolasi :
Sumber : UNS - Pascasarjana, Prog. Studi Linguistik - T131608001 - 2020
Kata Kunci :
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Sumarlam, M.S
2. Dr. Sri Marmanto, M.Hum.
Penguji :
Catatan Umum :
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
File : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.