Penulis Utama : Hilmia Fahma
NIM / NIP : S301908003
×

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan kode etik kedokteran dalam melihat profesi kedokteran sebagai eksekutor kebiri kimia dan mengonsepkan pengaturan yang ideal dalam penerapan sanksi kebiri kimia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan berupa pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)”, dengan teknik penelitian studi kepustakaan. Pemberian kewenangan eksekusi kebiri kimia oleh dokter bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam kode etik kedokteran, di antaranya: Pertama, bertentangan prinsip autonomy pada tataran implementasi prinsip Autonomy yang diaplikasikan dalam bentuk asas “informed consent” di mana dalam melakukan tugasnya seorang dokter harus terlebih dahulu memili persetujuan dari keluarga maupun pasien atas segala tindakan yang berakibat penurunan daya tahan fisik pasien, dalam konteks kebiri kimia dokter tidak perlu untuk meminta persetujuan dari orang yang akan di eksekusi karena kebiri kimia merupakan hukuman yang telah jelas. Kedua, bertentangan dengan Prinsip Non Maleficence, yang melarang tindakan yang membahayakan atau memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini lebih dikenal di kenal sebagai “primum non nocere” atau “do no harm”. Ketiga, bertentangan dengan prinsip beneficience Implementasi prinsip beneficence ini, terdapat dalam Pasal 5 Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Tahun 2012 dikatakan bahwa “setiap perbuatan/nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.” Kemudian, pengaturan mengenai pemberian kewenangan eksekusi kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia oleh dokter menjadi akar polemik terhadap penolakan profesi kedokteran, sejatinya dapat diambil contoh mengacu pada ketentuan pelaksanaan kebiri kimia di Rusia dan Korea Selatan, kedua negara tersebut profesi kedokteran ke depannya hanya sebagai pemberi saran (advisory opinion) bagi para penegak hukum untuk melakukan eksekusi kebiri kimia. Terkait dengan teknis hal tersebut, dapat dilakukan dengan cara seorang eksekutor (baik dari pengadilan atau kejaksaan) yang telah diberikan pelatihan kompetensi khusus.

×
Penulis Utama : Hilmia Fahma
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : S301908003
Tahun : 2021
Judul : Sanksi Kebiri Kimia Pada Pelaku Kejahatan Seksual Anak Dalam Perspektif Kode Etik Kedokteran
Edisi :
Imprint : Surakarta - Fak. Hukum - 2021
Program Studi : S-2 Ilmu Hukum (Hukum Kesehatan)
Kolasi :
Sumber :
Kata Kunci : Sanksi Kebiri Kimia, Pelaksanaan, Dokter
Jenis Dokumen : Tesis
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Dr. Waluyo, S.H., M.Si.
Penguji : 1. Dr. Rehnalemken Ginting, SH., MH
2. Dr. Sulistiyanta, SH., M.Hum.
3. Dr. Sasmini, SH., LL.M
Catatan Umum :
Fakultas : Fak. Hukum
×
Halaman Awal : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Halaman Cover : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB I : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB II : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB III : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB IV : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB V : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB Tambahan : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Daftar Pustaka : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Lampiran : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.