Penulis Utama : Nuryani Tri Rahayu
NIM / NIP : T151608004
×

Sebagian besar masyarakat Surakarta sejak dahulu hingga sekarang dikenal sebagai masyarakat pendukung budaya Jawa dan lekat dengan berbagai tradisi upacara adat. Kelompok masyarakat tersebut percaya bahwa tradisi upacara adat banyak mengandung kearifan lokal, nilai-nilai luhur, budi pekerti baik, serta petunjuk untuk mencapai harmoni kehidupan sosial. Namun demikian, keberlangsungan tradisi upacara adat saat ini menghadapi tekanan yang sangat berat sebagai akibat globalisasi dan munculnya era kekacauan, perkembangan teknologi komunikasi, kebijakan pemerintah, dan perkembangan industri pariwisata. Keempat variabel tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan merupakan keniscayaan yang tak dapat dihindari.

Globalisasi memunculkan era kekacauan yang berdampak terhadap kemunduran bidang seni budaya tradisional. Perkembangan teknologi komunikasi memunculkan berbagai bentuk media baru dan mengubah pola interaksi manusia menjadi semakin rumit, dan melintasi batas-batas wilayah negara maupun batas-batas budaya di seluruh dunia. Media baru menghadirkan budaya-budaya modern, baru, populer, profan, dan mengikis budaya tradisional. Kebijakan pemerintah yang mengarahkan aset budaya untuk mendukung kepentingan ekonomi melalui sektor pariwisata menjadi justifikasi bagi objektifikasi dan komersialisasi budaya tradisional dan mengancam kelestariannya. Perkembangan industri pariwisata mendorong pelaku usaha untuk menjadikan tradisi sebagai objek wisata budaya, hiburan, dan tontonan yang miskin makna.

Penelitian ini menempatkan tradisi upacara adat sekaten di Keraton Surakarta sebagai objek makro analisis karena fenomena tersebut telah berlangsung ratusan tahun dan sangat populer di kalangan masyarakat Surakarta maupun Provinsi Jawa Tengah. Kajian difokuskan pada empat permasalahan, yaitu: (1) Bagaimana tindakan agen dalam praktik sosial tradisi upacara adat sekaten di Keraton Surakarta; (2) Bagaimana pemanfaatan ranah, modal, dan habitus oleh agen; (3) Apa saja struktur yang beroperasi dalam praktik sosial tradisi upacara adat sekaten; dan (4) Mengapa tradisi upacara adat sekaten terus dilestarikan dan bagaimana strategi sosial pelestariannya.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan teori sosiologi kultural khususnya teori tentang praktik sosial dari Pierre Fèlix Bourdieu sebagai peta pemahaman. Paradigma kajian budaya dan pendekatan naturalistik inkuiri digunakan dalam penelitian ini dengan maksud untuk menghasilkan deskripsi kritis dan komprehensif mengenai  permasalahan yang menjadi fokus perhatian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif analitis dengan strategi studi kasus. Lokasi penelitian berada di kompleks Keraton Surakarta. Sumber data terdiri dari informan yang diambil secara purposif, tempat dan peristiwa, serta arsip dan dokumen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi berperan pasif, dan content analysis. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber dan triangulasi metode. Data dianalisis dengan teknik analisis interaktif sirkuler dari Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa praktik sosial upacara adat sekaten melibatkan empat agen utama yaitu Keraton Surakarta, pemerintah, masyarakat, dan media. Keraton Surakarta merupakan agen paling dominan dalam tindakan yang meliputi penetapan kebijakan, pengorganisasian pelaksanaan, pembiayaan, dan pelestarian.  Tindakan pemerintah terbatas pada pembinaan melalui berbagai regulasi tentang kebudayaan, fasilitasi dalam bentuk perijinan, pengamanan, dan pengawalan serta menyediakan subsidi pembiayaan melalui skema APBD. Tindakan pemerintah dalam upacara adat sekaten bersifat tidak langsung, regulatif, general, universal, dan institusional. Tindakan tersebut memungkinkan pemerintah memiliki kekuatan dominasi paling besar. Tindakan masyarakat yang signifikan dalam upacara adat sekaten berupa akseptabilitas dan partisipasi dalam pelestarian. Masyarakat lebih memposisikan diri sebagai objek, penikmat hiburan pasar malam, dan sebagai komoditas yang memiliki nilai tukar. Media belum melaksanakanan fungsi sosialnya secara maksimal, tindakannya terbatas pada publikasi event sekaten secara partial dan insidental sebagai amplifier untuk memperkuat gaung tradisi tersebut.

Penelitian ini menemukan bahwa dalam praktik sosial upacara adat sekaten, Keraton Surakarta memiliki modal sosial, modal kultural, modal simbolik, modal ekonomi, dan modal politik. Habitus Keraton Surakarta terbentuk secara historis sebagai pewaris tradisi kerajaan sebelumnya. Keraton Surakarta memanfaatkan modal dan habitus untuk memenuhi kepentingan historis, ideologis, kultural, simbolis, dan ekonomi yang secara akumulatif diarahkan untuk memperkuat modal politik berupa hegemoni, dominasi, serta pelanggengan identitas dan eksistensi keraton. Pemerintah memiliki modal simbolik dan ekonomi serta habitus sebagai regulator dan fasilitator. Pemerintah memanfaatkan upacara adat sekaten untuk mendukung kepentingan ekonomi melalui sektor pariwisata. Modal dan habitus pemerintah memungkinkannya memegang dominasi tanpa harus melakukan pergulatan pada ranah. Masyarakat sebagai objek dan subjek tradisi sangat heterogen. Secara umum masyarakat memiliki modal kultural berupa modernitas, literasi, dan kesadaran agama. Heterogenitas masyarakat menghasilkan habitus, kepentingan, dan pemanfaatan upacara adat sekaten yang bervariasi. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan tradisi upacara adat sekaten untuk memenuhi kepentingan ekonomi, rekreasi, dan ngalap berkah. Media memiliki modal kultural berupa penguasaan teknologi informasi dan pengetahuan jurnalistik. Habitus media yang terbentuk dari cara pandangnya terhadap tradisi sebagai objek berita dan mindset bahwa setiap muatan harus bernilai ekonomis, mengorientasikan tindakannya dalam memanfaatkan tradisi upacara adat sekaten sebagai objek pemberitaan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari iklan, subscribe, like, share, dan comment. Hal ini menunjukkan bahawa tujuan akhir pergulatan dalam sebuah praktik sosial dapat pula berupa keberdayaan dari praktik sosial itu sendiri sebagai modal untuk memenuhi kepentingan agen tertentu yang berhasil memperoleh dominasi.

Relasi kekuasaan yang tidak seimbang antara pemerintah dan Keraton Surakarta, antara masyarakat pelaku usaha dan masyarakat pendukung budaya membentuk fragmentasi kepentingan yang terus dilanggengkan. Hal ini menghasilkan relasi sosial antar agen yang berupa konflik kepentingan simbolik dan halus dalam arti bahwa pergulatan antar agen dalam mendapatkan dominasi dengan menggunakan modal masing-masing tidak menimbulkan konflik terbuka. Dalam pergulatan tersebut, para agen hanya mempertahankan dominasi yang telah dimiliki sebelumnya dan tidak menginginkan dominasi baru atau merebut dominasi agen lain.

Terdapat tiga jenis struktur yang beroperasi dalam tradisi upacara adat sekaten yaitu kondisi sosio kultural masyarakat, relasi antar kelompok kepentingan di dalam maupun di luar Keraton, dan struktur objektif berupa regulasi, serta aturan yang ditetapkan pemerintah. Regulasi atau kebijakan pemerintah merupakan struktur yang sangat besar pengaruhnya, namun tidak dimaksudkan untuk mendominasi atau mengambil alih hegemoni melainkan untuk mengawal melalui fungsi pembinaan dan fasilitasi. Karakteristik sosio kultural masyarakat, habitus para agen dan pandangannya tentang tradisi, relasi kelompok-kelompok kepentingan, dan kebijakan pemerintah tentang kebudayaan merupakan struktur yang berinteraksi dialektis dengan tindakan para agen serta membentuk dualitas. Interaksi dialektis agen-struktur tidak menimbulkan konflik nyata namun lebih berupa konflik kepentingan simbolik. Struktur mempengaruhi tindakan para agen tetapi para agen tidak merasa terpaksa atau terbatasi oleh adanya struktur tersebut. Di satu sisi, para agen menerima struktur yang mepengaruhi tindakannya, namun di sisi lain tidakan para agen juga dapat mempengaruhi struktur yang telah ada.

Keraton Surakarta bertekat untuk melestarikan tradisi upacara adat sekaten dan didukung oleh pemerintah, masyarakat, maupun media. Alasan ekonomis dalam pelestarian lebih dominan dibanding alasan historis, ideologis, simbolis, dan kultural. Terdapat tiga strategi pelestarian yaitu komunikasi budaya terintegrasi atau bauran komunikasi budaya, reproduksi budaya, dan komersialisasi. Strategi bauran komunikasi budaya melibatkan lima komponen pokok komunikasi dan sub-sub komponennya yang terintegrasi dalam satu kesatuan proses komunikasi. Reproduksi budaya terutama dilakukan oleh Keraton dan media melalui reinterpretasi makna simbol sesuai konteks kekinian. Komersialisasi dilakukan dengan menjadikan upacara adat sekaten sebagai setting pasar malam. Komersialisasi tradisi sekaten tidak menimbulkan resistensi, namun dipahami sebagai strategi pelestarian. Komersialisasi dapat menyebabkan esensi tradisi upacara adat sekaten menjadi kabur, tetapi juga merupakan keniscayaan yang harus dilalukan agar tradisi tersebut tetap diterima oleh masyarakat sesuai jamannya.

×
Penulis Utama : Nuryani Tri Rahayu
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : T151608004
Tahun : 2022
Judul : Praktik Sosial Upacara Adat Sekaten di Keraton Surakarta menurut Pemikiran Pierre Felix Bourdieu
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2022
Program Studi : S-3 Kajian Budaya
Kolasi :
Sumber : UNS - Sekolah Pascasarjana, Kajian Budaya - T151608004 - 2022
Kata Kunci : Kata kunci: keraton, praktik sosial, tradisi sekaten,konflik kepantingan simbolik.
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : https://jsser.org/index.php/jsser/article/view/1981/441
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Warto, M.Hum.
2. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum
3. Prof. Dr. Mahendra Wijaya, M.S.
Penguji : 1. Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.
2. Prof. Sahid Teguh Widodo, S.S., M.Hum., Ph.D.
3. Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd.
Catatan Umum : -
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
Halaman Awal : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Halaman Cover : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB I : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB II : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB III : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB IV : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB V : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB Tambahan : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Daftar Pustaka : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Lampiran : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.