Pandemi COVID-19 memaksa berpindahnya seluruh kegiatan belajar mengajar dari tatap muka secara konvensional menjadi jarak jauh (daring). Perpindahan ini membutuhkan suatu penyesuaian yang tidak mudah. Pembelajaran daring ini menimbulkan berbagai masalah, diantaranya tidak optimalnya proses belajar mengajar, serta komunikasi antara dosen dan mahasiswa menjadi terhambat. Setiap kegiatan harus dilakukan secara daring menggunakan platform pembelajaran. Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk pembelajaran daring adalah Google Meet.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat persepsi mahasiswa terhadap inovasi Google Meet serta saluran komunikasi yang berpengaruh dalam penyebaran informasi tentang Google Meet.
Teori yang digunakan adalah teori Difusi Inovasi oleh Everett M. Rogers. Dalam teori ini, persepsi inovasi diukur dalam lima atribut, diantaranya adalah keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan kemungkinan diamati. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Setiap aitem atribut inovasi yang menjadi indikator akan diukur menggunakan skala Likert 5 poin. Penelitian dilakukan pada 285 responden mahasiswa S1 Reguler FISIP UNS angkatan 2017-2019.
Rerata skor untuk keuntungan relatif (3,50), kesesuaian (3,85), kerumitan (4,23), kemungkinan dicoba (4,18), dan kemungkinan diamati (3,85). Sumber informasi yang berpengaruh menyebarkan Google Meet adalah pengajar/dosen (32,7%), teman sejawat (31,1%), media massa (17,6%), kelompok/komunitas (15,8%) dan keluarga (2,9%).

Kata kunci: Pembelajaran Daring, Google Meet, Difusi Inovasi, Mahasiswa