Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh derajat keilmiahan dilakukan menggunakan metode penelitian normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif dan terapan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kasus (case approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan metode silogisme deduktif. Penulis melakukan telaah terhadap saksi verbalisan atau saksi penyidik yang membuat BAP dalam proses persidangan perkara pidana guna mengetahui kedudukan dan kekuatan pembuktiannya dalam kasus pencurian dalam keadaan yang memberatkan pada Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor: 364/Pid.B/2020/PN.Pdg. Oleh karena adanya sangkalan dari terdakwa terkait dengan keterangannya di BAP yang mengaku bahwa selama proses penyidikan terdakwa dipaksa oleh penyidik, maka Penuntut Umum menghadirkan saksi verbalisan guna meyakinkan hakim bahwa BAP telah dibuat dengan benar sehingga menguatkan alat bukti keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta hakim dapat mendapatkan keyakinan untuk memutuskan suatu perkara. Penggunaan saksi verbalisan sebenarnya tidak dikenal dalam hukum acara pidana secara eksplisit, kehadiran saksi verbalisan dalam persidangan merujuk pada ketentuan Pasal 163 KUHAP. Kedudukan saksi verbalisan dalam persidangan dapat dijadikan petunjuk oleh hakim untuk memperoleh keyakinan atas kesalahan terdakwa. Akan tetapi hakim dalam menjatuhkan putusan tidak terikat dengan alat bukti apapun karena hakim bersifat bebas terhadap semua alat bukti dalam konteks beracara pidana.