×
Sekuritiasi Pemerintah Selandia Baru merupakan suatu respon yang di keluarkan oleh pemerintah Selandia Baru terkait rangkaian peristiwa aksi terror yang dilakukan oleh Brenton Tarrant selaku primary preparator dengan melancarkan aksi penembakan massal yang ditujukan pada dua buah masjid yang terletak di kota Christchurch, yakni Al-Noor Mosque dan Linwood Islamic Centre. Penggunaan sekuritisasi ditujukan untuk menganalisa terkait respon dan pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru pasca terjadinya insiden 15 Maret 2019 tersebut dengan pengangkatan isu keamanan. Pemicu kondisi tersebut didasari atas aksi teror yang menewaskan setidaknya 51 korban jiwa dan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Insiden tersebut disiarkan oleh pelaku secara live streaming melalui facebook. Pelaku dinyatakan membawa label white supremacist, ekstrimis sayap kanan, & islamophobia dalam aksi penyerangannya dengan didasari atas adanya pengaruh melalui cyber radicalization. Penggunaan sosial media dan internet sebagai alat untuk menyampaikan protes ujaran kebencian dan alat teror memberikan dampak bagi penonton secara global serta dapat memicu tindak kekerasan serupa lainnya sehingga pemerintah Selandia Baru merespon dengan pengangkatan isu keamanan sebagaimana dituang dalam speech act. Pembuatan penelitian ini menggunakan cara deskriptif eksplanatif yang bertujuan membahas respon yang dikeluarkan oleh pemerintah, dengan menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif dimana dokumen & press release resmi menjadi sumber data primer. Pada hasil penelitian terdapat 2 output yang dihasilkan dari analisa terkait sekuritisasi yakni secara domestik maupun internasional, dalam lingkup nasional terjadi pemberlakuan amandemen Arms Act 1983 dan dalam lingkup internasional menghasilkan kerjasama dalam Christchurch Call sebagai suatu bentuk “image” Selandia Baru yang baru dalam ranah cyber security.