Krisis Hak Asasi Manusia (HAM) di China sedang menjadi sorotan dunia internasional dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah Konflik Xinjiang yang sudah terjadi sejak lama. Konflik Xinjiang semakin menjadi perhatian ketika ditemukan fakta bahwa pemerintah China melakukan penahanan massal di wilayah tersebut. Amerika Serikat melalui komisinya yang bernama Congressional Executive Commission on China (CECC) juga ikut menyoroti kasus ini. Keseriusan CECC dalam upaya menghentikan ketegangan konflik dibuktikan dengan digelarnya sidang Kongres oleh CECC yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2018 – 2020 yang  membahas pelanggaran HAM di Xinjiang dan kebijakan AS. Marco Rubio pertama kali mengusulkan kebijakan Uyghur Human Rights Policy Act (UHRPA) pada tahun 2018, diusulkan kembali tahun 2019, dan disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden Donald Trump pada 17 Juni 2020.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui peran CECC dalam memengaruhi proses pembuatan kebijakan UHRPA hingga mampu disahkan pada 2020. Analisis penelitian ini akan menunjukkan bahwa CECC berperan dalam menyajikan bukti-bukti pelanggaran HAM di Xinjiang dan mempertahankan value atau nilai HAM sebagai penguat alasan Amerika Serikat harus bertindak secara tegas untuk pelaku pelanggaran HAM dalam konflik Xinjiang. Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis oleh Norman Fairclough sebagai kerangka konseptual yang menjelaskan peran CECC dalam proses pembuatan kebijakan UHRPA 2020. Analisis penelitian ini didasarkan pada metode deskriptif kualitatif.