×
Keadaan yang menempatkan perempuan pada kondisi kelas dua secara sosial sebagai pengaruh budaya patriarki dan anomali kebijakan negara Indonesia menjadikan perempuan rentan mengalami kasus kekerasan seksual dan adanya kebijakan terkait dengan perlindungan perempuan tidak serta merta menghapus praktik kekerasan seksual tersebut. Kegagalan peran negara dalam merespon masalah tersebut telah menjadikan Aliansi Peduli Perempuan (APPS) turut mengambil peran penanganan Kekerasan Seksual dengan pemanfaatan kapasitas modal sosial/Social Capital (Bounding, Bridging, Linking). Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) sebagai Community Governance setidaknya telah memberikan laporan penanganan pada 15 tahun terakhir di Kabupaten Sragen sejumlah 82 kasus pemerkosaan, 141 pencabulan dan persetubuhan, 432 KDRT, 17 penganiayaan dan 2 kasus pornografi, dimana mayoritas korban adalah Perempuan. Pada pergerakannya dalam melawan Kekerasan Seksual, Aliansi Peduli Perempuan (APPS) membagi kegiatan penanganannya melalui 2 jalur. Pertama, penanganan jalur litigasi hukum bagi korban secara probono. Kedua, terkait dengan penanganan jalur non litigasi yang meliputi pemberdayaan UMKM agar Perempuan (korban) tidak ketergantungan pada Laki-laki dan tersedia pula shelter bagi korban untuk melindungi, merehabilitasi serta mengamankan korban. Studi penelitian ini menekankan pada bagaimana Aliansi tersebut mengelola sumber daya komunitas yang ada untuk memberikan pelayanan dalam menangani masalah Kekerasan Seksual yang ada di Kabupaten Sragen yang belum disediakan oleh otoritas daerah setempat. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumenter sebagai pendukung penelitian. Metode Studi fenomenologi dipilih dengan tujuan mengkaji secara mendalam sejauh mana pengalaman stakeholder dalam Community Governance yang didukung oleh proses keterlibatan sosial yang tepat dapat menangani kasus Kekerasan Seksual secara intensif dan berkelanjutan. Penelitian menunjukkan terdapat kendala dalam pemanfaatan modal sosial terutama pada komponen Bounding yang belum ada upaya Re-generasi Kepemimpinan, Kaderisasi Kepengurusan dan ketidaksesuaian pembagian job desk dengan kinerja di lapangan. Pada komponen Bridging dan Linking pula dalam pengelolaan sumber finansial (CSR dan Bantuan Sosial) yang tidak dilakukan secara progresif dan tidak berkesinambungan.