×
Latar Belakang: Kota Surakarta memiliki laju pertumbuhan penduduk 0,43%. Tingginya kepadatan penduduk dapat menyebabkan permasalahan kependudukan seperti kasus pembunuhan, kecelakaan, dan gantung diri. Kasus tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya jejas di leher akibat strangulasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang deskripsi korban mati akibat jejas di leher pada tahun 2015-2021.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dari berkas Visum et Repertum dengan populasi berupa seluruh data kasus forensik patologi akibat jejas di leher yang diperiksa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2015-2021. Teknik sampling pada penelitian ini adalah purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil: Dari data Visum et Repertum RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2015 – 2021 didapatkan sebanyak 28 kasus forensik patologi akibat jejas di leher dengan deskripsi: (1) bentuk jejas miring 57,14%, mendatar 39,29%, bulan sabit 3,57%; (2) kekerasan tumpul 96,43%, kekerasan tajam 3,57%; (3) pengajuan SPVR yang berasal dari Kepolisian Surakarta 53,57%, Sukoharjo 14,29%, Boyolali 14,29%, Wonogiri 7,14, Sragen 7,14%, Karanganyar 3,57%; (4) dilakukan pemeriksaan luar 57,14%, autopsi 42,86%; (5) cara kematian dengan bunuh diri 53,57%, pembunuhan 32,14%, kecelakaan 7,14%; (6) umur <15>64 tahun 10,71%; (7) laki- laki 67,86%, perempuan 32,14%; (8) pekerjaan swasta 67,86%, pelajar 10,71%, IRT 7,14%, tidak bekerja 7,14%.
Simpulan: Bentuk jejas di leher paling banyak adalah bentuk miring, kekerasan terbanyak disebabkan oleh kekerasan tumpul, Kepolisian Surakarta mengajukan SPVR terbanyak, pemeriksaan terbanyak adalah pemeriksaan luar, cara kematian paling banyak adalah bunuh diri, korban terbanyak dengan umur produktif, korban laki-laki paling banyak, dan pekerjaan terbanyak adalah dari pekerja swasta.