Dosen mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan penilaian kompetensi berbicara mata kuliah Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi konteks, input, proses, dan produk serta memberikan rekomenasi penilaian keterampilan berbicara ditinjau dari penerapan HOTS di Perguruan Tinggi Islam Surakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan evaluasi CIPP. Subjek penelitian ini mencakup mahasiswa, dosen, dan pengguna jasa mahasiswa. Data bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sumber data mencakup dokumen (RPS, CV Dosen, Buku Ajar, Instrumen Validasi Dosen), informan (dosen, mahasiswa, pengguna jasa mahasiswa), dan proses pembelajaran hingga penilaian dalam pembelajaran kompetensi berbicara berbasis HOTS. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis dokumen, wawancara, dan observasi. Uji validitas data dengan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Adapun teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pada komponen konteks ditemukan bahwa kompetensi berbicara yang dibutuhkan mahasiswa antara lain kebutuhan kebahasaan, kebutuhan nonkebahasan, dan kebutuhan penunjang penampilan mahasiswa dalam berbicara. Kebutuhan pengguna meliputi komunikasi positif, tidak memuat isu SARA, tidak intoleran, dan tidak pornografi. Pada komponen input, dosen berpendidikan sesuai rumpun ilmu Bahasa Indonesia 44,4%, dengan masa kerja di atas 5 tahun 44,4%, yang memiliki publikasi ilmiah 77,7 %, dan pengalaman presentasi ilmiah 100%. Sarana dan prasarana yang mendukung keterampilan berbicara tersedia lengkap dan dimanfaatkan dengan baik di Perguruan Tinggi Islam Surakarta sebanyak 88,9%. Pada komponen proses, ada 50% dosen yang mengakomodasi semua kebutuhan pengguna dan mahasiswa, 5,6% dosen mengakomodasi 75% kebutuhan pengguna & mahasiswa, dan 44,4% mengakomodasi kurang dari 50% kebutuhan pengguna dan mahsiswa. Metode evaluasi dilakukan dengan penilaian diri, teman sejawat, portofolio, proyek dan tes lisan. Media yang digunakan meliputi Zoom, Google Meet, Youtube, Schoology, dan LMS internal kampus. Pada komponen produk menunjukkan mahasiswa yang telah memiliki kompetensi sesuai kebutuhannya mencapai 88,8%% dan sebanyak 97,5% mahasiswa memiliki kualifikasi sesuai kebutuhan pengguna. Hasil evaluasi dengan CIPP menunjukkan adanya perbedaan yang memiliki kualifikasi dosen yang baik, sarana dan prasarana lengkap, serta menerapkan metode evaluasi yang HOTS. Sebagian mahasiswa yang dapat mencapai kompetensi sesuai kebutuhan pengguna dan kebutuhan mereka. Akan tetapi, keterbatasan sarana prasarana berupa LMS tidak menjadi penghambat capaian pembelajaran karena memiliki kualifikasi dosen yang baik dan sudah menerapkan HOTS. Agar evaluasi keterampilan berbicara berbasis HOTS dapat dilakukan secara optimal, diajukan rekomendasi sebagai berikut ini. Pertama memperhatikan kebutuhan mahasiswa dan pengguna jasa mahasiswa. Kedua, dosen memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dan sarana prasarana yang mendukung. Ketiga, proses pembelajaran dan penilaian dilaksanakan secara HOTS. Keempat, produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan pengguna jasa mahasiswa.