Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional menunjukkan sebesar 9,59 persennya adalah penduduk laki-laki dan 10,06 persennya perempuan. Salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan pada perempuan dilakukan melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI). KPPPA RI meluncurkan sebuah program unggulan bernama Three Ends dan salah satu aspeknya yaitu mengakhiri kesenjangan ekonomi yang termanifestasikan dalam Program Industri Rumahan (IR) yang bertujuan memberdayakan perempuan pelaku IR agar dapat mengembangkan usahanya. Kota Pangkalpinang dipilih dalam penelitian ini karena merupakan sentral perekonomian dan memiliki tingkat garis kemiskinan paling tinggi di Bangka Belitung. Program ini dilaksanakan oleh DPPPAKB Kota Pangkalpinang. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pemberdayaan pelaku IR di Kota Pangkalpinang yang mengikuti Program IR melalui analisis gender milik Longwe yang terdiri dari lima aspek yaitu kesejahteraan, akses, penyadaran, partisipasi, dan kontrol. Jenis penelitian adalah mixed method berupa deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.  Responden dalam penelitian ini berjumlah 32 orang pelaku IR yang telah terjaring program dan tersebar di 15 kelurahan. Narasumber wawancara terdiri dari empat pelaku IR, Kasi Pemberdayaan Perempuan, dan PSM Pangkal Balam. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, wawancara, dan dokumentasi serta menggunakan triangulasi sumber dan metode untuk menguji validitas data. Hasil tingkat pemberdayaan Pelaku IR Kota Pangkalpinang tergambarkan dalam lima aspek Longwe, di antaranya; 1) Pada aspek kesejahteraan, sebesar 100% pelaku IR belum pernah memperoleh bantuan dana dan fasilitas dari Program IR, namun pengetahuan dari Pelatihan ICT berkontribusi pada lebih dari setengah kesejahteraan usaha pelaku IR, 2) Akses pelaku IR pada Pelatihan ICT tergolong mudah, namun Program IR belum dapat menyediakan akses pasar yang lebih luas maupun akses informasi mengenai bantuan usaha atau kegiatan pelatihan di luar Program IR kepada para pelaku IR, 3) Penyadaran mengenai kesetaraan dan keadilan gender tidak dilakukan melalui materi khusus, melainkan Pelatihan ICT yang berkontribusi menumbuhkan kesadaran pelaku IR mengenai haknya dalam pembangunan dan kewajibannya memiliki keterampilan bagi kualitas diri, 4) Partisipasi pelaku IR sangat minim dalam kegiatan masyarakat dan organisasi, hanya beberapa pelaku IR yang memiliki jabatan yang aktif berpartisipasi, 5) Kontrol terhadap pengambilan keputusan di keluarga terdapat pada hampir seluruh pelaku IR dan sebesar 100% memiliki kontrol atas penghasilannya, namun hanya sedikit yang memiliki kontrol dalam kepemimpinan publik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan pelaku IR hanya terpenuhi di aspek kesejahteraan dan penyadaran.  

Kata Kunci: Feminisasi Kemiskinan, Analisis Gender Longwe, Pemberdayaan Perempuan, Industri Rumahan