Penelitian ini menganalisis praktik estetika humanisme universal oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dalam menguasai arena kritik sastra pada era Reformasi. Objek formal penelitian adalah strategi praktik dominasi estetika humanisme universal oleh DKJ dalam arena kritik sastra Indonesia pada era Reformasi. Objek material penelitian adalah akumulasi genetika struktur DKJ sebagai strategi praktik dominasi estetika humanisme universal melalui sayembara kritik sastra dalam arena kritik sastra era Reformasi. Data-data yang didasarkan pada permasalahan diterapkan ke dalam teori praktik Pierre Bourdieu untuk mengetahui genetika struktur DKJ sebagai strategi praktik.  Penelitian ini membongkar genetika struktur yang dikumpulkan oleh DKJ, yaitu berupa modal ekonomi, sosial, kultural, dan simbolik untuk diinternalisasikan kepada estetika humanisme universal sebagai habitus dalam sayembara kritik sastra DKJ yang dilaksanakan pada tahun 2007-2019. Penelitian ini menunjukkan bahwa arena kritik sastra era Reformasi mengalami reduplikasi estetika kritik sastra dari era pra-Reformasi, salah satunya adalah estetika humanisme universal oleh DKJ. Akan tetapi, habituasi estetika humanisme universal oleh DKJ melalui sayembara kritik sastra pada era Reformasi hanya direpresentasikan ke dalam ragam bentuk kritik sastra melalui agenda sayembara, bukan pada spirit gerakan karena gesekan ideologi seperti era pra-Reformasi. Estetika humanisme universal yang diusung DKJ sekadar sebagai alat atau label identitas yang bersifat manipulatif untuk kepentingan eksistensi DKJ. Dampak dari manipulasi estetika humanisme universal yang diperkuat dengan pergelaran sayembara kritik sastra adalah kemunculan kritikus sastra epigon. Keberhasilan strategi penguasaan arena oleh DKJ berpengaruh pada eksistensi dewan juri dan kritikus pemenang sayembara, sedangkan bentuk kritik sastra yang memenangkan sayembara dapat menjadi standar penulisan kritik sastra bagi publik sastra.