×
Hakim pada dasarnya memiliki peran penting dalam penegakan hukum. Cerminan hakim dalam mengadili suatu perkara di pengadilan dapat dilihat dari isi putusan atau vonis yang disusun dan dibacakannya. Selain dari pada itu, hakim juga harus mampu melakukan penemuan-penemuan hukum ditengah kekosongan hukum yang ada dalam masyarakat, sehingga mampu memecahkan persoalan hukum yang terjadi di masyarakat, demi melindungi keluhuran harkat dan martabat manusia. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan dan konsekwensi peraturan Perma Nomor 1 Tahun 1956 dan aturan Pasal 29, Pasal 30 Algemene Bepaligen Wet Van Wetgeving Voor Indonesie dalam mengatur tata cara penyelesaian perkara pidana dan menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan dalam perkara tindak pidana penipuan dan Penggelapan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 194/Pid.B/2021/PN.Skh.). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian hukum normatif dikaji berdasarkan kaidah atau norma yang merupakan dasar berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat yang dianggap pantas dan sesuai dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Bahwa ketentuan Perma Nomor 1 Tahun 1956 dan aturan Pasal 29, Pasal 30 Algemene Bepaligen Wet Van Wetgeving Voor Indonesie merupakan aturan tata cara penyelesaian penuntutan perkara pidana dan perdata dalam proses pengadilan. Dimana Perma Nomor 1 Tahun 1956 mengatur penundaan penuntutan perkara pidana dengan mendahulukan pemeriksaan perdata terdahulu dan cara penuntutan ini disebut sebagai ultimum remedium dalam penyelesaian perkara pidana. Sedang Pasal 29, Pasal 30 Algemene Bepaligen Wet Van Wetgeving Voor Indonesie mengatur penyelesaian penuntutan perkara dengan mendahulukan penuntutan pidana tanpa menghiraukan penuntutan lainnya dan disebut sebagai primum remedium dalam penyelesaian perkara pidana. Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 194/Pid.B/2021/PN.Skh, didasarkan hakim pada ketentuan Pasal 191 ayat 1 KUHAP dan Peraturan umum dalam Pasal 29, Pasal 30 Algemene Bepaligen Wet Van Wetgeving Voor Indonesie. Majelis hakim kurang tepat mengadili Terdakwa dengan metode pemeriksaan penuntutan perkara pidana. Seharusnya hakim dapat melakukan penundaan atau bahkan menghentikan penuntutan pidana terhadap Terdakwa, dengan mendahulukan penuntutan perkara perdata sebagaimana yang diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 1956.