Kemajuan teknologi di Indonesia memberikan dampak pada inovasi pelayanan publik. Salah satu bentuk inovasi yang terjadi ada pada kebijakan tilang yang sebelumnya model konvensional, menjadi e-tilang. Di Kota Surakarta, e-tilang baru saja berlaku pada 23 Maret 2021, sehingga kebijakan ini masih tergolong kebijakan yang baru diimplementasikan. Data pelanggaran di tahun 2021 berjumlah 5.715 pelanggar. Maka dari pada itu penelitian ini betujuan untuk melihat bagaimana keberjalanan e-tilang di tahun 2022, serta melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam keberjalanan implementasi e-tilang di Kota Surakarta. Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Implementasi e-tilang dimulai dari pengambilan gambar dan verifikasi, konfirmasi, persidangan, dan pasca sidang. Semua proses tahapan implementasi dilaksanakan dengan baik oleh Polresta Surakarta, Pengadilan Negeri Kota Surakarta, Kejaksaan Negeri Kota Surakarta, PT Pos Indonesia Kota Surakarta, dan PT Melanu, meskipun terdapat beberapa kendala. Dalam implementasinya terdapat faktor yang akan mempengaruhi keberjalanannya. Penelitian ini menggunakan teori George Edward III yang menyatakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dalam implementasi kebijakan e-tilang di Kota Surakarta, empat faktor tersebut menjadi faktor yang mendukung dari keberjalanan implementasi e-tilang. Meskipun terdapat kendala dalam sosialisasi di Polresta Surakarta yang hanya dilakukan sekali sehingga kasus pelanggaran pada tahun 2021 ke 2022 mengalami peningkatan drastis. Dan juga pada Kejaksaan Negeri Kota Surakarta, yang memiliki kendala dimana masyarakat yang masih membayar tunai dalam pembayaran denda, sedangkan hal tersebut sudah dilarang dan diarahkan melalui kode pembayaran.