HUBUNGAN WAKTU DOOR-TO-ECG DAN MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN SINDROM KORONER AKUT DI SUATU RUMAH SAKIT TERSIER DI DASMARIÑAS, FILIPINA

Diana Lilim 1 , Agus Jati Sunggoro 2 , Bryan Paul G. Ramirez 3 , Mareon C. Sandoval 4
1)Residen Program Adaptasi Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi;
2)Divisi Hematologi dan Onkologi Medik FK Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi;
3)Fellow Kardiologi, Philippine General Hospital / University of the Philippines, Manila, Filipina ;
4)Divisi Kardiologi Intervensi, De La Salle University Medical Center, Dasmariñas, Cavite, Filipina

Latar Belakang. Infark Miokard Akut merupakan salah satu penyebab kematian utama secara global. Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan tanda dan gejala tipikal/khas Sindrom Koroner Akut (SKA)—terutama nyeri dada—akan segera mendapat perhatian khusus oleh petugas triage. Namun, pasien bisa saja datang ke IGD dengan gejala atipikal/tidak khas. Untuk pasien yang dicurigai SKA, EKG seawal mungkin sangat penting untuk mencapai tatalaksana yang optimal. Pengenalan awal akan perubahan iskemik pada gambaran EKG memegang peranan penting dalam perbaikan kondisi pasien. Lamanya waktu door-to-ECG berkorelasi dengan meningkatnya risiko infark miokard berulang atau angka mortalitas dalam 30 hari. Waktu yang disarankan untuk melakukan EKG, menurut AHA dan ESC adalah 10 menit dari waktu kedatangan pasien. Kepatuhan waktu door-to-ECG di bawah 10 menit adalah faktor krusial untuk mencegah keterlambatan tatalaksana SKA.

Metodologi. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang mengulas status pasien dewasa dengan Sindrom Koroner Akut di suatu rumah sakit tersier. 180 subjek dipilih secara random dari semua pasien SKA yang tercatat di buku kunjungan IGD dari Januari sampai Desember 2017, dibagi dalam grup waktu door-to-ECG ? 10 menit dan waktu door-to-ECG > 10 menit. Uji signifikansi statistik dilakukan untuk menilai hubungan antara demografi dan profil klinis pasien terhadap waktu door-to-ECG, dan juga terhadap mortalitas.

Hasil. Pasien dengan riwayat penyakit jantung cenderung memiliki waktu door-to-ECG yang lama (p = 0,014). Pasien yang meninggal secara signifikan memiliki waktu door-to-ECG yang lebih lama (p < 0 xss=removed> 10 menit (p = 0,003). Tidak ditemukan kaitan antara demografi dan profil klinis pasien NSTEMI dan Unstable Angina terhadap waktu door-to-ECG. Hanya pada pasien STEMI didapatkan hubungan signifikan antara mortalitas dan waktu door-to-ECG (p = <0 xss=removed xss=removed> 10 menit memiliki kecenderungan 46 kali lebih tinggi terjadinya mortalitas. Dalam hal komorbiditas pasien SKA dengan stroke, penyakit ginjal kronis (PGK) dan riwayat penyakit jantung memiliki hubungan yang signifikan dengan mortalitas (p = 0,015, p = 0,006, dan p = 0,032, secara berurutan). Ditemukan juga hubungan signifikan antara hipertensi dan mortalitas pada pasien STEMI (p = 0,022). Pasien NSTEMI memiliki kecenderungan 86% lebih kurang menyebabkan mortalitas dibandingkan dengan pasien STEMI (p = 0,002).

Kesimpulan. Secara signifikan, didapatkan hubungan antara waktu door-to-ECG dan angka mortalitas pada pasien SKA, terutama pada pasien STEMI. Aturan prioritas EKG di IGD yang berdasarkan usia, gejala, dan komorbiditas pasien diharapkan dapat memperbaiki waktu door-to-ECG.