Pembangunan secara besar-besaran di Kota Yogyakarta setidaknya telah mengubah kawasan hijau menjadi zona permukiman penduduk hingga bangunan-bangunan besar. Akibatnya, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), terutama yang bersifat publik, menjadi semakin berkurang. RTH Publik menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disyaratkan tersedia sebesar 20 persen dari luas wilayah daerah, tetapi Kota Yogyakarta baru dapat memenuhi sekitar 8,11 persen luas wilayahnya. Oleh karena itu, perluasan dan penyediaan RTH Publik di Kota Yogyakarta menjadi isu yang sangat penting yang harus diatasi guna mempertahankan kelestarian lingkungan perkotaan.
Penyediaan RTH Publik tentunya tidak cukup berupa kawasan hijau saja, tetapi akan lebih berguna bagi masyarakat jika terdapat fungsi tertentu yang sesuai dengan potensi daerah. Salah satu potensi yang dimiliki Kota Yogyakarta yaitu daya tarik wisata seni yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Integrasi antara penyediaan RTH Publik dengan fungsi kegiatan seni ini diharapkan memberikan manfaat ganda yaitu menciptakan lingkungan yang berkelanjutan serta sebagai bagian dari pengembangan pariwisata daerah.
Melatarbelakangi permasalahan di atas, maka diperlukan suatu fasilitas berupa Taman Seni dengan Pendekatan Arsitektur Hijau di Kota Yogyakarta. Penggunaan arsitektur hijau sebagai pendekatan dikarenakan tujuan dan prinsip-prinsip yang dimiliki memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan pengguna dengan keberlanjutan ekologis.