Latar Belakang: Nyeri pascaoperasi laminektomi sering menimbulkan masalah klinis dengan risiko inflamasi sistemik. Morfin banyak digunakan sebagai analgesik standar, namun memiliki keterbatasan termasuk risiko hiperalgesia akibat opioid. Ketamin sebagai antagonis NMDA dinilai berpotensi menekan nyeri sekaligus inflamasi. Tujuan: Mengetahui perbedaan efek pemberian ketamin dibandingkan morfin terhadap skor nyeri Visual Analog Scale (VAS) dan kadar high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) pada pasien pasca-laminektomi. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak double blind pada 24 pasien yang menjalani operasi laminektomi dekompresi torakolumbal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subjek dibagi menjadi dua kelompok: ketamin (10 mcg/kg/menit, n=12) dan morfin (10 mcg/kg/jam, n=12) yang diberikan secara kontinu ntraoperative. Data VAS diukur pada 6 dan 12 jam pascaoperasi, sementara hs-CRP diukur praoperasi dan 6 jam pascaoperasi. Analisis menggunakan uji Mann-Whitney, independent t-test, dan Wilcoxon. Hasil: Karakteristik dasar pasien sebanding antar kelompok (p>0,05). Pada 6 jam pascaoperasi, skor VAS kelompok ketamin lebih rendah dibanding morfin (p<0 p=0,015).>Kesimpulan: Ketamin kontinu intraoperatif memberikan efek analgesia lebih baik pada fase awal pascaoperasi dan lebih efektif menekan peningkatan hs-CRP dibanding morfin. Saran: Penelitian lanjutan perlu memperpanjang follow-up, menilai efek samping obat, menggunakan kontrol plasebo, serta mengombinasikan VAS dengan metode objektif dalam menilai nyeri.