ABSTRAK

Di Kota Yogyakarta terdapat banyak kampung kota yang berada di bantaran sungai sebagai akibat dari adanya proses urbanisasi. Kampung-kampung tersebut memiliki kerentanan yang tinggi terhadap ancaman bahaya bencana. Potensi kebencanaan di Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya serta banyaknya korban yang diakibatkan oleh bencana yang terjadi membuat pemerintah secara nasional maupun daerah harus bertanggungjawab kepada masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui sejarah bencana dan ragam kebencanaan yang pernah terjadi di bantaran Sungai Winongo. 2) Mengetahui strategi yang dilakukan para stakeholder dalam rangka pengelolaan resiko bencana. Dalam penelitian ini digunakan pemikiran Ulrich Beck tentang Risk Society atau Masyarakat Risiko. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan case study atau studi kasus. Informan yang dipilih antara lain, komunitas sungai FKWA dan Win On Go serta komunitas berbasis kebencanaan yaitu KSB Gempita, serta warga kampung bantaran Sungai Winongo. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kota Yogyakarta memiliki peristiwa kebencanaan yang terjadi setiap tahunnya dan jenis bencana yang terjadi pun beragam. 2) Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki beberapa program terkait penataan permukiman bantaran sungai. Inisiatif warga kampung bantaran sungai dalam pengelolaan sungai adalah dengan membuat sebuah komunitas kampung secara mandiri. Gagasan Beck mengenai kelas sosial dan resiko terlihat dalam kehidupan masyarakat Kampung Dhaengan dan kondisi Sungai Winongo yang mengalir di daerah tersebut. Masyarakat kampung dengan segala kerentanan yang mengelilinginya menjadikan mereka sebagai masyarakat risiko.  

Kata Kunci : Kampung-Kota, Bencana, Sungai Winongo