Surakarta sempat menjadipusat pemerintahan dan Ibukota Kerajaan Mataram Islam dengan sistem tata kota yang didasari oleh kosmologi jawa. Kosmologi jawa merupakan kepercayaan masyarakat jawa dalam melihat dunianya serta bagaimana mereka mengkaitkan hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Dengan label kota budaya yang diusung pemerintah saat ini,  Surakarta dirasa tidak cukup menampakkan kebudayaan dalam pengembangan tata ruangnya. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahuibagaimana morfologi pusat pemerintahan Surakarta berdasarkan kosmologi jawa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan induktif serta menggunakan metode codinguntuk mengelompokan dan menganalisis data yang diperoleh dari studi pustaka, observasi, dan wawancara. Analisis morfologi kota juga digunakan untuk mengetahui proses perkembangan yang berlangsung berdasarkan runtutan peristiwa yang terjadi. Dari hasil analisis ini diketahui bahwa pusat pemerintahan yang sesuai dengan kaidah kosmologi jawa adalah Keraton Kasunanan Surakarta. Morfologinya dapat dilihat pada perkembangan konsep kosmologi jawa berdasarkan struktur ruang yaitu mancalima dan mancapat, serta pola ruang yaitu catur gatra tunggal dan kiblat papat lima pancerdalam tiga kelompok waktu yaitu era kota tradisional, era kota kolonial, dan era kota pasca kolonial. Konsep mancalima mengalami perubahan secara fisik yang dilihat dari penurunan luasan wilayah, konsep mancapat juga mengalami perubahan guna lahan dari peruntukan awalnya. Konsep catur gatra tunggal memang tidak banyak mengalami perubahan pada tata letak bangunannya, namun secara filosofis konsep ini sudah melemah, sementara itu konsep kiblat papat lima pancer masih bertahan hingga saat ini baik secara fisik maupun secara filosofis.

Kata Kunci: morfologi kota, kosmologi jawa, pusat pemerintahan, Surakarta