Pertanian di Kabupaten Madiun menerapkan tiga sistem pengelolaan sawah yaitu organik, semi organik dan konvensional. Perbedaan penerapan sistem pengelolaan sawah berdampak pada tingkat kesuburan tanah dan produktivitas padi. Kesuburan tanah merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan produktivitas padi. Pemeliharaan kesuburan tanah merupakan dasar fundamental dalam pertanian berkelanjutan. Sehingga perlu adanya langkah identifikasi status kesuburan tanah untuk mengetahui kondisi kesuburan tanah untuk menunjang tingkat produktivitas padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai indeks kesuburan tanah, pengaruh indeks kesuburan tanah terhadap produktivitas padi dan memberikan bentuk evaluasi dan rekomendasi pengelolaan tanah sawah pada sawah organik, semi organik dan konvensional di Kabupaten Madiun. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif eksploratif dengan pendekatan survei. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode random sampling dan pengambilan sampel produksi dengan metode ubinan. Jumlah sampel yaitu 24 sampel yang terdiri dari 12 konvensional, 6 semi organik, dan 6 organik. Penelitian dilakukan berdasarkan lima tahap diantaranya survei lapangan;  penentuan titik lokasi pengambilan sampel; analisis laboratorium; analisis Indeks Kesuburan Tanah (IKT) dan perhitungan hasil produktivitas padi. Parameter yang diamati meliputi pH, C organik, N total, P total, K tersedia, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Ca dd, Na dd, Mg dd, KB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kesuburan tanah berpengaruh nyata terhadap sistem pengelolaan sawah dengan indeks tertinggi terdapat pada pengelolaan semi organik 0,82 (kelas tinggi) dan terendah pada pengelolaan organik 0,78 (kelas tinggi). Produktivitas padi dihitung berdasarkan berat 1000 biji (gr), produksi gabah (ton/ha) dan pendapatan petani (Rp). Bobot 1000 biji dan produksi gabah menunjukkan tidak berbeda nyata dengan sistem pengelolaan sawah. Bobot 1000 biji dan tertinggi terdapat pada pengelolaan semi organik (25,49 gr) dan terendah pada pengelolaan organik (23,51 gr). Produksi gabah pengelolaan semi organik memiliki hasil yang tertinggi yaitu mencapai (6,89 ton/ha) dengan peningkatan produksi sebesar 8,29% dan terendah organik (6,17 ton/ha) yang mengalami penurunan sebesar 2,99?ri pengelolaan konvensional. Pendapatan petani menunjukkan perbedaan yang nyata dengan sistem pengelolaan sawah. pendapatan tertinggi mencapai  Rp 44.550.000,- pada pengelolaan organik dan terendah hanya mencapai Rp 9.795.000,- pada pengelolaan konvensional, sedangkan pada pengelolaan semi organik mencapai  Rp 30.762.500,-. Penerapaan pengelolaan organik dirasa lebih menguntungkan petani karena memiliki nilai R/C tertinggi sebesar 3.6 dan terendah pada pengelolaan konvensional dengan R/C 1,5.