ABSTRAK
Monika Widyastuti Surtikanti, T112008008. Hedges dan boosters dalam membangun citra kandidat presiden Amerika Serikat ditinjau dari perspektif genre debat kandidat presiden. Disertasi. Promotor: Prof. Dr. Djatmika, M.A., Ko-Promotor I: Prof. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Pd.D., Ko-Promotor II: Prof. Diah Kristina, M.A., Ph.D. Prodi S-3 Linguistik, FIB, UNS, Surakarta.
Pencitraan politik seseorang merupakan komoditas utama dalam konteks kampanye pemilihan presiden. Pencitraan dapat terefleksi dari tuturan calon pemimpin berdasarkan konteks isu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindetifikasi fungsi hedges dan boosters sebagai Piranti penanda pelemah dan penguat komitmen ditinjau dari tahapan debat, mendeskripsikan pola penggunaannya oleh kedua kandidat presiden (KP) Amerika Serikat (AS), dan menjelaskan citra yang terefleksi dari pola penggunaan tersebut. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan analisis wacana dan pragmatik. Sumber data penelitian berupa transkripsi debat yang diunduh dari laman resmi The Commision of Presidential Debate. Data penelitian ini meliputi tuturan kedua KP AS, Donald Trump dan Joe Biden, yang mengandung ekspresi hedges dan boosters pada setiap tahapan debat yaitu tesis dan argumen. Penelitian ini menggunakan model analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema budaya untuk menggambarkan realitas penggunaan hedges dan booster yang merefleksikan citra.
Penelitian ini telah mengungkap beberapa hal, yaitu 1)kedua kandidat presiden cenderung menggunakan hedges yang berfungsi sebagai pelemah komitmen pada kedua tahapan debat; 2) kedua KP memilih boosters yang berfungsi sebagai intensifying dan force indication dalam kedua tahapan debat; 3a)pola penggunaan hedges kedua kandidat presiden cenderung sama yaitu melemahkan tuturan untuk komitmen dalam tahapan tesis. Sementara pada tahapan argumen, keduanya cenderung mencari solidaritas pendengar; 3b) pola penggunaan fungsi booster pada tahapan tesis menunjukkan Trump pada kedua tahapan debat cenderung menguatkan informasi yang disampaikan, sedangkan
Biden cenderung menguatkan tuturannya dengan fungsi force indication; 4) Trump menggambarkan diri sebagai sosok pemimpin yang kuat, mendorong pertumbuhan ekonomi AS, tidak rasis, dan melindungi warga AS. Sementara
Biden, menggambarkan diri sebagai sosok pemimpin yang melindungi warganya dari penularan Covid-19, melindungi warga AS dari konflik kepentingan luar negeri, mengedepankan persamaan hak semua warga AS tanpa diskriminasi ras,
dan mendukung program perubahan iklim. Dari hasil analisis tema budaya ditemukan bahwa hal yang melatarbelakangi pencitraan politik tersebut adalah karena faktor ideologi partai pengusung, kondisi dan situasi AS pada saat debat.
Hasil penelitian ini berkontribusi pada pengembangan kajian hedges dan boosters yang merambah pada pengungkapan citra penutur dan acuan bagi politisi dalam berkomunikasi dengan publik.