Film dokumenter “Sudiro” mengangkat perjalanan historis masyarakat Tionghoa di kawasan Sudiroprajan, Kota Surakarta, yang telah melalui proses peleburan budaya dengan masyarakat Jawa selama ratusan tahun. Kawasan ini menjadi saksi pertemuan dua budaya yang kemudian melahirkan tradisi, kebiasaan, hingga karakteristik yang khas. Dokumenter ini dibuat dengan pendekatan interaktif dan observasional tanpa menggunakan narator, sehingga narasi dibangun langsung dari wawancara narasumber, footage lokasi, arsip visual, serta ilustrasi pendukung yang dikemas dengan menarik. Dalam proses produksi, penulis berperan sebagai sutradara, yang bertanggung jawab memimpin serangkaian proses dari praproduksi, produksi, hingga pascaproduksi yang dengan tujuan memerealisasikan konsep yang telah disusun ke dalam screenplay. Tujuan dari dokumenter ini adalah memberikan pemahaman sejarah dan budaya pertemuan antara Tionghoa-Jawa yang kemudian menghasilkan sistem budaya baru yang harmonis kepada masyarakat luas, sekaligus sebagai dokumentasi visual yang dapat menjadi media percontohan bagi pihak-pihak terkait.