Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman etika dalam interaksi remaja di ruang publik virtual serta dampak Instagram sebagai ruang publik virtual. Pengguna media sosial di Indonesia menempati peringkat terendah dalam kategori netizen tidak sopan se-Asia Tenggara sepanjang tahun 2020 menurut laporan Microsoft. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan strategi penelitian etnografi virtual. Teori ruang publik dari Jurgen Habermas dan teori interaksionisme simbolik dari G.H Mead sebagai teori utama dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis penggunaan Instagram sebagai media interaksi di ruang publik baru, serta dikuatkan dengan konsep sosiologi digital dari Deborah Lupton yang menggambarkan fenomena perkembangan teknologi digital ditengah masyarakat saat ini. Hasil dan pembahasan menyebutkan bahwa dalam menggunakan media sosial sebagai ruang publik virtual harus diikuti pemahaman etika ketika berinteraksi di dalamnya. Etika-etika yang dipahami remaja dalam bermedia sosial yaitu mengetahui batasan ruang publik dan privat, menyampaikan opini dan komentar dengan sopan, tidak menyinggung orang lain, menyebarkan hoaks ujaran kebencian dan merugikan pihak lain. Perkembangan teknologi digital melahirkan media sosial berdampak pada kehidupan manusia, dampak positif memberi kemudahan dalam menyebarkan informasi, referensi dan hiburan. Sedangkan dampak negatif yang dialami oleh remaja berpengaruh ada diri sendiri kurang percaya diri, sering overthinking, hingga lupa waktu.