Melati Budi Srikandi, S221708004, NEGOSIASI IDENTITAS KULTURAL DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA: Studi Tentang Jalinan Komunikasi Antar Budaya di antara Warga Pendatang (Jawa-Muslim) dengan Penduduk Asli (Bali-Hindu) di Dusun Wanasari, Kelurahan Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali.

Keberadaan kelompok mayoritas dan minoritas di Indonesia dapat dipetakan dalam beberapa kelompok, salah satunya berdasarkan kelompok agama. Di Provinsi Bali misalnya, presentase jumlah penduduk muslim hanya 13, 37%. Komunitas Muslim Dusun Wanasari, Denpasar utara termasuk komunitas muslim pendatang yang terbesar di Bali dan lokasi berdiamnya di pusat Kota Denpasar. Peneliti ingin menganalisa unsur-unsur identitas apa yang dilibatkan, serta faktor-faktor identitas apa yang memberikan dampak bagi jalinan komunikasi dalam kehidupan yang harmoni. Selain itu, peneliti juga ingin mencermati bagaimana penduduk pendatang (Jawa-Muslim) menegosiasikan identitasnya kepada penduduk asli (Bali-Hindu) sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan tidak terjadi konflik secara aktual.

Penelitian ini menghadirkan beberapa konsep pokok yaitu identitas kultural, perilaku komunikasi, serta negosiasi identitas yang terjadi dalam kehidupan antar budaya. Konsep pokok tersebut digunakan untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman mengenai bagaimana identitas kultural digunakan dalam jalinan komunikasi antar budaya yang bersifat langsung (komunikasi antar pribadi) – khususnya antara penduduk pendatang (Jawa-Muslim) dengan penduduk asli (Bali-Hindu).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam. Sampel yang diambil adalah dan penduduk pendatang dan penduduk asli yang tinggal di sekitar Dusun Wanasari. Analisa data dilakukan dengan interactive model yang memiliki tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan.

Penelitian ini berkesimpulan, bahwa: 1) Bahasa menjadi unsur identitas budaya yang menjadi jembatan komunikasi di antara penduduk pendatang (Jawa-Muslim) dengan penduduk asli (Bali-Hindu). Di sisi lain, penduduk pendatang cenderung lebih memendam perasaan sedih dan kecewa ketika identitas budaya dan/atau agamanya diterpa pemberitaan negatif guna menjaga toleransi dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini; 2) Penduduk pendatang (Jawa-Muslim) dan penduduk asli (Bali-Hindu) masing-masing mendapatkan kesempatan untuk menjalankan kepercayaannya dengan damai tanpa gangguan satu sama lain. 3) penduduk pendatang dan penduduk asli mematuhi awig-awig Banjar sehingga tercipta kehidupan yang harmoni.