Heteronormativitas adalah ideologi yang meyakini bahwa hanya ada dua gender (pria dan wanita) dengan peran yang secara otomatis menyertainya (maskulin pada pria, feminin pada wanita). Bukan hanya pada pasangan heteroseksual saja, pola dikotomis ini juga banyak diadopsi oleh pasangan sesama jenis. Heteronormativitas, sebagai realitas sosial, ditampilkan dalam berbagai produk budaya. Konstruksi dominan ini dapat kita lihat dalam buku, musik, serial televisi, hingga film.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana representasi heteronormativitas pada pasangan lesbian dalam film Prancis, “Blue is the Warmest Color” (2013). Menggunakan teori performativitas Judith Butler dengan pisau analisis teknik semiotika Roland Barthes, peneliti menemukan 27 adegan yang merepresentasi konstruksi gender maskulin-feminin, dengan 15 adegan cerminan maskulinitas dan 12 cerminan nilai femininitas. Performativitas gender Adèle dan Emma peneliti bagi dalam tiga korpus: penampilan, karakter, gender roles (peran gender).

Performativitas penampilan direpresentasi dalam empat adegan. Ditemukan jika tokoh Emma memiliki penampilan yang maskulin (berambut pendek spiky, menggunakan baggy jeans, kaos, dan jaket kulit). Sebaliknya, tokoh Adèle memiliki penampilan yang feminin (berambut panjang, mengenakan anting, dress, tas kecil, dan berkuteks). Performativitas karakter direpresentasi dalam 12 adegan. Ditemukan hasil bahwa tokoh Emma memiliki lima karakter maskulin (inisiatif dalam mendekati calon pasangan, agresif dan dominan, ambisius, intelektual dan analitis, asertif). Sementara tokoh Adèle memiliki tiga karakter feminin (mengayomi dan hangat pada anak, pemalu, sensitif dan emosional). Performativitas gender roles direpresentasi dalam dua adegan. Tokoh Emma ditemukan memiliki satu jenis gender roles (berperan dalam ranah publik). Tokoh Adèle juga ditemukan memiliki satu jenis gender roles (berperan dalam ranah domestik).